Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyambut baik kebijakan stimulus fiskal yang diberikan oleh pemerintah bagi perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) pembebasan dan KITE IKM berorientasi ekspor. Asosiasi menilai kebijakan ini bisa mendongkrak kinerja ekspor industri manufaktur di kala pasar domestik sedang lesu seperti sekarang.
“Ketika pasar domestik sedang lesu, salah satu sektor yang masih bisa diandalkan kan sektor manufaktur yang masih kerja untuk pasar ekspor, salah satunya industri alas kaki,” kata Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakrie kepada Kontan.co.id pada Jumat (17/4).
Baca Juga: Aprisindo: Substitusi pasar ekspor ke lokal sulit dilakukan untuk industri sepatu
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan belum lama ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19). Aturan ini disahkan per tanggal 13 April 2020.
Salah satu poin di dalam beleid ini menyebutkan bahwa perusahaan KITE pembebasan dan KITE IKM yang 100% hasil produksinya diekspor akan diberi fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Menurut Firman, insentif pajak yang demikian akan meningkatkan daya tahan industri untuk bisa mempertahankan kelangsungan industrinya di tengah-tengah kondisi seperti sekarang. Apalagi, peluang pasar ekspor sampai lebaran, yakni pasar ekspor periode Mei-Juni, masih terbuka lebar bagi produsen sepatu berorientasi ekspor.
Oleh karenanya, ia berharap agar produsen sepatu berorientasi ekspor penerima fasilitas KITE pembebasan dan KITE IKM bisa segera memanfaatkan stimulus yang diberikan.
Baca Juga: Jelang Ramadan, transaksi belanja online diprediksi melonjak
Meski begitu, hal ini bukan berarti bahwa stimulus yang ada lantas menyelesaikan semua persoalan yang ada. Firman berujar saat ini produsen sepatu lokal tengah menghadapi persoalan harga dan ketersediaan bahan baku. Menurut catatan Firman, beberapa pemain tertentu memang masih memiliki stok ketersediaan bahan baku yang cukup untuk menunjang kegiatan produksi.
Namun demikian, di lain pihak, terdapat pula beberapa pemain yang sudah mulai kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Hal ini salah satunya dipicu oleh terkendalanya pengiriman bahan baku impor dari China pada medio Februari-Maret 2020 lalu akibat penerapan lockdown di China untuk bahan baku yang memang diperoleh secara impor.
Di samping itu, di pasar lokal, beberapa pedagang bahan baku sudah memutuskan untuk menutup sementara kegiatan operasional bisnisnya akibat pasar yang sepi. Di sisi lain, persoalan harga yang melonjak akibat pelemahan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga turut mempersulit produsen lokal untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya.
Baca Juga: Cegah penyebaran virus corona, SKK Migas-Inpex beri donasi untuk masyarakat
Padahal, proporsi bahan baku sepatu dalam total kebutuhan bahan baku produsen sepatu lokal memiliki porsi yang tidak sedikit, yakni sekitar 50%-60% dari total kebutuhan bahan baku. Adapun beberapa contoh bahan baku yang diimpor antara lain seperti tekstil, kulit sintetis, komponen seperti besi untuk lubang tali sepatu, dan lain-lain.
Sejumlah bahan baku ini terpaksa diperoleh secara impor lantaran memang tidak tersedia di dalam negeri, tersedia di dalam negeri namun memiliki kualitas yang tidak sesuai, atau memiliki harga yang lebih kompetitif bila dibandingkan dengan bahan baku di lokal. “Masalahnya kalau ada satu bagian bahan baku saja tidak ada kita tidak bisa produksi,” jelas Firman (17/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News