kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.432   -45,00   -0,27%
  • IDX 6.466   -49,16   -0,75%
  • KOMPAS100 929   2,75   0,30%
  • LQ45 730   2,64   0,36%
  • ISSI 202   -1,50   -0,74%
  • IDX30 380   0,88   0,23%
  • IDXHIDIV20 454   -0,40   -0,09%
  • IDX80 106   0,48   0,45%
  • IDXV30 109   0,50   0,46%
  • IDXQ30 124   0,25   0,20%

Aspebindo Usulkan Dynamic Tariff untuk Royalti PNBP Batubara dan Mineral


Senin, 17 Maret 2025 / 11:28 WIB
Aspebindo Usulkan Dynamic Tariff untuk Royalti PNBP Batubara dan Mineral
ILUSTRASI. Sejumlah kapal tongkang memuat batubara menyusuri Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (12/3/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melakukan penyesuaian tarif royalti komoditas mineral dan batu bara (minerba) di antaranya batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah itu sebagai upaya perbaikan tata kelola. Khususnya untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan penerapan skema Dynamic Tariff dalam kebijakan tarif royalti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sektor batubara dan mineral.

Usulan ini disampaikan sebagai respons terhadap rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berencana menaikkan tarif royalti PNBP bagi industri pertambangan.

Baca Juga: Pebisnis Keberatan, Kenaikan Tarif Royalti Minerba Dinilai Memberatkan Industri

Kenaikan Royalti Dinilai Memberatkan

Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya memahami upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dan mengoptimalkan nilai sumber daya mineral.

Namun, ia mengingatkan bahwa tarif royalti batubara baru saja naik 50-100% melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2022.

"Jika kenaikan kembali diterapkan, ini akan semakin membebani pelaku usaha tambang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/3).

Menurutnya, biaya operasional pertambangan terus meningkat, termasuk stripping ratio yang kini rata-rata di atas 1:10 serta harga BBM yang tinggi.

Selain itu, harga komoditas sedang berada pada titik terendah dalam lima tahun terakhir, turun sekitar 60% dari puncaknya pada 2022.

Baca Juga: IMA Minta Penundaan Kenaikan Tarif Royalti Minerba, Ini Pertimbangannya

Untuk komoditas mineral, rencana kenaikan tarif royalti juga dinilai terlalu drastis. Beberapa tarif yang akan naik hingga tiga kali lipat, antara lain:

  • Bijih tembaga: dari 5% menjadi 17%
  • Nickel matte: dari 2% menjadi 6,5%
  • Feronikel: dari 2% menjadi 7%

"Kenaikan tarif sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak lebih dari 100% dari tarif saat ini," kata Fathul.

Usulan Dynamic Tariff

Sebagai solusi, Aspebindo mengusulkan skema Dynamic Tariff, yaitu mekanisme tarif royalti yang menyesuaikan dengan harga komoditas. Jika harga komoditas naik, tarif royalti meningkat berdasarkan formula tertentu yang ditetapkan pemerintah.

Sebaliknya, jika harga turun, tarif juga perlu disesuaikan agar pelaku usaha tetap memiliki margin yang sehat.

Baca Juga: Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Menolak Wacana Kenaikan Royalti, Ini Alasannya

Aspebindo juga mendorong pemerintah untuk melakukan sensitivity analysis sebelum menaikkan tarif royalti.

Kajian ini penting untuk mengukur dampak terhadap permintaan pasar dan margin industri pertambangan.

"Dengan begitu, dapat ditemukan skema tarif yang tepat dan menciptakan win-win solution bagi semua pihak," pungkas Fathul.

Selanjutnya: Bukan Cuma Rolex, Ini 5 Rekomendasi Merek Jam Tangan Mewah yang Bisa Jadi Koleksi

Menarik Dibaca: Katalog Promo JSM Alfamart Hanya 7 Hari Periode 17-23 Maret 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×