Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain bahan negosiasi untuk bisa menurunkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, impor minyak dan gas (migas) dinilai perlu mempertimbangkan biaya impor ke Indonesia.
Menurut Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas) Moshe Rizal, pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pemerintah perlu transparan soal biaya impor.
"Kalau biaya impornya (dari AS) itu lebih tinggi dibandingkan biaya impor yang ada sekarang. Misalkan kita impor LPG dari Timur Tengah, harganya 100, akhirnya kita mesti impor LPG dari Amerika yang harganya 120, ya jelas rugi dong," ujar Moshe saat dihubungi Kontan, Minggu (13/04).
Baca Juga: Bukan Hanya Tarif, Bahlil Beberkan Alasan Dibukanya Impor Minyak dan LPG dari AS
Dengan angka impor yang lebih tinggi, menurut Moshe maka dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan lebih banyak dikorbankan dalam proses impor ini.
"Nah, itu harus dilakukan studi benar. Kalau saya impor dari Amerika, bisa lebih murah apa enggak? Menguntungkan apa enggak bagi kita? Harus bisa buktikan angkanya kalau klaimnya dibilang gak ada dampak ke APBN," katanya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar saat ini Indonesia masih menjadi importir migas dunia.
"Ini hanya pengalihan asal impor. Dengan meningkatkan impor migas dari AS, maka Indonesia bisa minta konsesi imbal balik," tambahnya.
Baca Juga: Negosiasi Kebijakan Tarif Resiprokal, Indonesia akan Impor LNG dan LPG dari AS
Namun sisi negatifnya, Indonesia harus bersiap aspek ketahanan energi akan dipertanyakan karena pasokan energi Indonesia akan bergantung pada AS.
"Harga migas mengikuti harga pasar global yang sangat fluktuatif dan tergantung jenisnya. Namun secara umum impor dari AS tidak akan lebih murah dari Timur Tengah karena besarnya biaya logistik dan transportasi dari AS," jelasnya.
Asal tahu saja, sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap alasan lain Indonesia menambah volume impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan minyak dari AS.
Menurutnya nilai keekonomian dari impor LPG dan minyak dari AS sama atau tidak berbeda jauh dengan impor dari negara-negara Timur Tengah.
"Contoh, LPG belinya dari Amerika. Logikanya kan harusnya lebih mahal karena transportasinya. Tapi buktinya harga LPG dari Amerika sama, dengan kita beli dari Middle East," kata Bahlil saat ditemui di kantor ESDM, Rabu (09/04).
Perhitungan dalam skala bisnis ini menurut Bahlil harus dipertimbangkan dengan baik agar masyarakat dapat menerima LPG dan minyak dengan harga yang kompetitif.
"Dalam bisnis kan yang penting adalah produk yang diterima di negara kita adalah dengan harga yang kompetitif," tambahnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Beberkan Strategi Indonesia Hadapi Tarif Impor 32% dari Trump
Selanjutnya: Tak Siap, Amerika Serikat Kembali Ubah Kebijakan Tarif
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok 14-15 April, Siaga Hujan Sangat Lebat di Daerah Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News