Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo
Kendala yang sama juga turut dirasakan pelaku industri di sektor kaca lembaran. Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menjelaskan ada satu pabrik kaca lembaran di Sidoardjo Jawa Timur dengan kapasitas terpasang 600.000 ton/tahu yang juga anggota dari AKLP, realisasi pasokan gas dari PGN Jawa Timur ke pabrik tersebut sejak April 2020 hingga Februari 2021 hanya 64,3% dari volume alokasi dalam Kepmen ESDM 89-K/2020. Padahal penyerapan atau realisasi penggunaan gas bumi yang dibutuhkan lebih besar sekitar 15%. Maka dari itu, pabrik kaca lembaran tersebut harus membayar surcharge lebih mahal.
Adanya perbedaan realisasi harga gas industri, menyebabkan terciptanya persaingan usaha yang tidak sehat karena pabrik-pabrik kaca lembaran di Jawa Barat yang dipasok oleh PGN Jawa Barat dapat menikmati harga US$ 6 mmbtu sesuai dengan Kepmen ESDM 89/2020.
Dalam keterangan resmi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan di masa yang penuh tantangan bagi industri saat ini, Kemenperin terus berupaya menerbitkan berbagai kebijakan yang mendukung eksistensi sektor manufaktur nasional, termasuk industri baja. Kebijakan tersebut di antaranya regulasi impor baja berdasarkan supply-demand, fasilitas harga gas bumi bagi sektor industri sebesar USD6 per MMBtu, penerbitan Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI), serta pengaturan tata niaga besi baja.
“Kebijakan-kebijakan tersebut dirumuskan dengan maksud memberikan jaminan dan kesempatan bagi industri nasional, khususnya industri baja, agar dapat bersaing di pasar nasional maupun mancanegara,” kata Menperin.
Tidak sinkronnya data
Sekjen Inaplas, Fajar Budiono menjelaskan lewat hasil dari pertemuan asosiasi industri dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas tempo hari, diketahui terjadi ketidaksinkronan data antara pengguna dan pemasok gas di luar PGN. Padahal dari sisi industri, kebutuhan gas masih kurang, namun data di Kementerian ESDM malah menunjukkan gas tersebut tidak terserap.
Fajar mengungkapkan adanya ketidaksinkronan data antara pemerintah dengan industri, akhirnya diambil jalan tengah dengan cara pelaku industri harus melakukan pendataan ke Kementerian Perindustrian lewat Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) setiap bulan dan pertiga bulan. Data yang harus disetor per bulan adalah laporan realisasi penyerapan gas dan pertiga bulan melaporkan proyeksi konsumsi gas tiga bulan ke depan.
Selanjutnya: Menilik dampak kenaikan harga komoditas energi terhadap penerimaan negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News