Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Senada, Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Arya Rezavidi juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menanti kehadiran Perpres tarif EBT. Arya bilang, pihaknya telah memberi usulan tarif tenaga surya dengan besaran yang lebih menguntungkan bagi para independent power producer (IPP) dibanding ketentuan tarif existing.
“Yang sekarang ini, kalau kita sebagai IPP untuk menjual listrik ke PLN itu hanya dihargai 0,85 dari BPP (biaya pokok produksi) PLN setempat, tentu tidak menarik karena kalau di Jawa itu BPP PLN itu sudah rendah sekali,” kata Arya kepada Kontan.co.id, Kamis (14/10).
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma menilai, persoalan tarif EBT dan mekanisme pengadaan proyek pembangkit EBT merupakan isu yang penting dalam regulasi EBT. Oleh karenanya, ia berharap pengaturan mekanisme pengadaan dan tarif listrik EBT di dalam Perpres bisa membuat sektor EBT menjadi lebih menarik bagi IPP.
Baca Juga: Status rancangan Perpres pembelian listrik EBT masih tunggu persetujuan Menkeu
Meski begitu, persoalan penting dalam regulasi EBT, menurut Surya, tidak terbatas pada hal-hal ini saja. Surya menilai, ada aspek-aspek penting lainnya yang juga perlu diperhatikan, beberapa di antaranya misalnya seperti ketentuan soal dana energi terbarukan, Renewable Energy Portfolio Standard (RPS), dan Sertifikat Energi Terbarukan.
Dana energi terbarukan yang ia maksud adalah dana yang dikumpulkan untuk dapat digunakan untuk pengembangan energi terbarukan. Sumbernya bisa dari bermacam-macam, mulai dari seperti carbon tax, depletion premium energi fosil, green fund, APBN, dan lain-lain.
Sementara itu, RPS merupakan kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dengan cara mengharuskan atau mendorong pemasok listrik untuk menyediakan pelanggan mereka dengan porsi listrik minimum yang berasal dari pembangkit listrik energi terbarukan.
Baca Juga: 2 Tahun dipimpin Arifin Tasrif, bagaimana rapor Kementerian ESDM di sektor EBT?
“Aspek lain itu (dana energi terbarukan, RPS, dan sertifikat energi terbarukan) kami usulkan diatur dalam UU ET (energi terbarukan),” kata Surya, Jumat (15/10).
Sedikit informasi, berdasarkan catatan Kementerian ESDM, total kapasitas pembangkit EBT sampai dengan September 2021 mencapai 10,86 GW. Secara terperinci, kapasitas tersebut terdiri dari dari PLTS dengan kapasitas 184,66 MW, PLTA/M 6.429,9 MW, PLTB 154,3 MW, PLT Bioenergi 1.916,7 MW, dan PLTP 2.175,7 MW.
Baca Juga: Porsi energi hijau digenjot dalam RUPTL 2021-2030, pilih emiten batubara atau EBT?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News