Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Namun, Arie enggan berkomentar lebih jauh soal dampak seandainya larangan ekspor ore nikel kadar rendah jadi dipercepat. Hingga kini, kata Arie, pihakya masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah.
"Jangan berandai-andai dulu, kami baru mendengar rumor, yang resmi kan belum. Nanti kalau sudah ada, sekarang kita tunggu dulu," ungkapnya.
Respons yang berbeda ditunjukkan oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Direktur INCO Febriany Eddy mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik jika pelarangan ekspor ore jadi dipercepat.
Baca Juga: Tiga smelter anyar bakal beroperasi tahun ini
Febriany menyebut, Vale sudah mulai membangun smelter pada tahun 1968 dan selesai pada tahun 1978. Selama 51 tahun beroperasi, kata Febriany, Vale tidak pernah melakukan ekspor bijih mentah nikel.
"Sejak beroperasi produksi dan kemudian ekspansi beberapa kali, semua bijih kami selalu diproses di dalam negeri. Vale dari dulu konsisten dengan itu," tandasnya.
Seperti diketahui, pengaturan dan pelarangan ekspor mineral mentah sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Minerba. Pasal 103 ayat (1) dalam beleid tersebut mewajibkan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
Lebih lanjut, pada Pasal 170 disebutkan bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan.
Baca Juga: Kementerian ESDM yakin hilirisasi mineral lewat 57 smelter bisa selesai 2022
Namun, pemerintah melakukan relaksasi, dan mengizinkan ekspor mineral mentah. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 tahun 2017 yang diterbitkan pada 11 Januari 2017.
Dalam beleid tersebut, nikel dengan kadar kurang dari 1,7% dan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 lebih dari satu atau sama dengan 42% digolongkan dalam mineral logam dengan kriteria khusus.
Dengan relaksasi tersebut, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang telah atau sedang membangun smelter pun bisa mengekspor komoditasnya maksimal lima tahun sejak peraturan tersebut diterbitkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News