Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang pengesahan revisi Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) menjadi Undang-undang yang ditargetkan bisa terlaksana pada Selasa, 18 Februari 2025 mendatang, terjadi perubahan atas pengelolaan tambang untuk Perguruan Tinggi (PT).
Badan Legislatif (Baleg) DPR mengubah peraturan soal pengelolaan IUPK yang akan diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketua Baleg, DPR RI Bob Hasan mengatakan perguruan tinggi akan berperan sebagai penerima manfaat dari hasil pengelolaan WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus). Tidak seperti rencana awal RUU yang tertuang dalam revisi pasal 75 ayat 2 dan 3 yang memasukan Perguruan Tinggi sebagai penerima IUP.
Lebih detail BUMN, menjadi pihak ketiga yang akan menggarap WIUPK serta dapat ditujuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) maupun Keputusan Menteri (Kepmen).
Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan Substansi Utama RUU Minerba
Ketika tambang sudah berjalan, menghasilkan produksi dan keuntungan maka Perguruan Tinggi sebagai akan mendapatkan manfaat dari keuntungan tersebut.
"Prioritasnya (untuk Perguruan Tinggi) bentuknya seperti itu. Jadi WIUPK tetap BUMN yang garap," kata Bob saat dikonfirmasi Kontan, Jumat (14/02).
Bob mengatakan, hingga Jumat (14/02) poin mengenai penggunaan BUMN sebagai pihak ketika sudah disetujui dalam Panja Baleg.
"Soal usulan dipegang oleh BUMN itu adalah yang sudah disetujui, minimal sampai hari ini," tambahnya.
Namun, perubahan ini tidak berlaku pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta Organisasi Masyarakat Keagamaan (Ormas) yang mengelola tambang.
"UMKM enggak, ormas keagaamaan juga," tambahnya.
Lebih lanjut kata dia, jika melihat daftar inventarisasi masalah (DIM) yang telah diserahkan pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) maka ada kemungkinan penambahan prinsip dalam RUU Minerba sebelum diketok di paripurna.
"Tapi akan ada ditambah kalau melihat DIM, tapi ini prinsip-prinsipnya yang ditambah, pasalnya tidak ditambah," jelasnya.
Dari sisi pemerintah, Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno, mengatakan hal senada.
"Nah itu juga, Perguruan Tinggi itu yang penerima manfaat, bukan pemilik IUP," kata dia.
Selain terkait Perguruan Tinggi, poin penting DIM yang diajukan oleh pemerintah kata Tri terkait pula pada skala prioritas penerima tambang serta aspek hilirisasi.
"Misalnya kepastian untuk tidak terjadi perubahan tata ruang. Itu kan mesti juga clear. Mosok sekarang ada tambang, terus kemudian tata ruang dirubah. Lalu terkait prioritas dan hilirisasi," tambahnya.
Baca Juga: Ada atau Tanpa Insentif, Perbankan Tetap Beri Kredit Hilirisasi Minerba
Asal tahu saja, berdasarkan surat nomor T-53/MN.01MEM.S/2025 pada 12 Februari 2025, dari data ESDM terdapat total 256 butir DIM yang diajukan dengan pembagian sebagai berikut:
- 104 DIM tetap sesuai usulan DPR RI
- 2 DIM tetap dengan penyesuaian ayat
- 34 DIM mengalami perubahan
- 6 DIM tetap dengan perubahan redaksional
- 2 DIM tetap dengan perbaikan redaksional
- 2 DIM mengalami penyesuaian redaksi
- 39 DIM merupakan penambahan pasal
- 6 DIM berupa penambahan ayat
- 8 DIM dihapus
- 3 DIM ditambahkan
- 1 DIM mengalami reposisi pasal
- 49 DIM merupakan penambahan penjelasan
Melihat banyaknya DIM yang harus dibahas terlebih dengan target RUU berubah menjadi UU pada 18 Februari mendatang atau tinggal tersisa 2 hari kerja dari sekarang. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar mengatakan RUU ini sudah merupakan "kesepakatan" antara DPR dan pemerintah.
"Saya rasa pembahasan DIM tersebut hanya merupakan formalitas. Selain itu di DPR sudah tidak ada lagi kekuatan yang berbeda atau menjadi penyeimbang secara politik jadi nada suaranya pasti juga akan sama," ungkap Bisman terkait proses pengesahan UU yang ditarget cepat.
Bisman mencontohkan, saat revisi UU Minerba pada tahun 2020 lalu terdapat seribu lebih DIM yang diajukan namun revisi juga bisa dilakukan dengan cepat hingga akhirnya disahkan menjadi Undang-undang.
"Praktik ini kan sudah pernah dilakukan pada saat pembahasan UU Minerba tahun 2020, ribuan DIM super kilat dan di tengah wabah Covid-19," tambahnya.
Melihat pembahasan tersebut, Bisman bilang Rancangan Undang-undang (RUU) atas Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) menampilkan proses yang cacat, terutama dengan tidak memasukan unsur transparansi dan partisipasi publik di dalamnya.
"RUU maupun DIM tidak dipublikasikan atau tidak bisa diakses oleh publik. Maka hasilnya sudah pasti akan cacat formil, ini yang bisa menyebabkan dapat diuji formil di Mahkamah Konstitusi (MK)," tutupnya.
Baca Juga: Pemerintah dan Parlemen Kebut RUU Minerba
Selanjutnya: WSBP Suplai Precast dan Readymix Proyek Tol Palembang-Betung Senilai Rp65,82 Miliar
Menarik Dibaca: KAI Luncurkan KA Perintis Cut Meutia di Aceh, Tarif Rp 2.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News