kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan


Sabtu, 03 Desember 2022 / 14:51 WIB
Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan
ILUSTRASI. Produksi Teh Indonesia: Pekerja memanen daun teh di Perkebunan Teh Nirmala, Bogor, Jawa Barat, Senin (27/12). Provinsi Jawa Barat masih menjadi penyumbang terbesar Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri teh nasional saat ini mulai kehilangan keunggulannya. OEC (2021) mencatat di tahun 2019, nilai Export Competitiveness Index (ECI) jauh di bawah satu digit. Walau nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) masih di atas satu. 

Ketua Umum Dewan Teh Indonesia (DTI) Rachmad Gunadi mengatakan hal ini mengindikasikan bahwa produk teh ekspor Indonesia sedang menghadapi penurunan pangsa pasar di pasar teh dunia akibat melemahnya daya saing kompetitifnya.

Berbeda dengan kondisi teh nasional, kata Gunadi, secara global terjadi peningkatan trend konsumsi teh dunia dalam beberapa tahun terakhir. "Global Tea Revenue mengalami peningkatan sebesar 6,79% dengan nilai bisnis setara US$ 247,2 miliar," ujarnya dalam keterangannya, Jumat (2/12). 

Areal teh, produksi dan konsumsi teh dunia mengalami trend peningkatan dan perilaku konsumen terhadap produk berbasis teh sudah beralih pada produk teh yang menawarkan functionality, body immunity, equity-wellbeing, dan ecofriendly

Baca Juga: Harum Kopi Indonesia Tembus Transaksi Rp72,33 Miliar di Pameran Kafe Internasional

Selama masa Pandemi Covid-19, gaya hidup konsumen terhadap customer value tersebut semakin meningkat. 

Secara proyeksi permintaan pasar teh dunia hingga 2027 juga bergerak menuju pertumbuhan permintaan teh hijau dan fruit/herbal tea, sedangkan teh hitam tipe broken mulai menurun. 

Dengan histori dan kompleksnya permasalahan industri teh nasional, maka solusi yang dibutuhkan sudah “beyond of capacity” para pelaku industri teh.

“Pemecahan berbagai permasalahan industri teh Indonesia membutuhkan intervensi kebijakan secara langsung oleh pemerintah dalam semua elemen dan kelembagaan industri ini untuk me-“Reformatting Industri Teh Indonesia”,” jelas DTI.

Menurut Gunadi, pendekatan strategi tata kelola industri teh Indonesia tidak lagi bisa berpijak hanya pada pendekatan parsial tetapi industri teh ini perlu dilihat dalam posisinya secara global. 

Tea Global value chain (GVC) merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan nilai competitiveness dan keberlanjutan komoditas, industri dan bisnis. 

Negara-negara produsen teh seperti Kenya, Sri Lanka dan India menerapkan pendekatan GVC untuk merumuskan berbagai intervensi kebijakan yang strategis pada setiap rantai nilai teh di negara-nya. 

Baca Juga: Kemenperin Menilai Potensi Industri Perkebunan Indonesia Masih Tinggi

Dalam GVC, suatu komoditas diposisikan sebagai jaringan produksi internasional dimana membutuhkan partisipasi pelaku domestik serta dapat membuka investasi langsung pada rantai nilai global di masa depan. 

World Bank (2020) lebih jauh mengungkapkan kondisi Pandemi Covid-19 telah memperbesar dampak dinamika GVC yang sebelumnya mengalami stagnan oleh faktor kejenuhan pasar, geopolitik, otomatisasi, atau kapasitas lokal. Akibat Pandemi Covid-19, teknologi terdisrupsi yang mengubah produk dan layanan dirancang, didistribusikan dan dijual. 




TERBARU

[X]
×