kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan


Sabtu, 03 Desember 2022 / 14:51 WIB
Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan
ILUSTRASI. Produksi Teh Indonesia: Pekerja memanen daun teh di Perkebunan Teh Nirmala, Bogor, Jawa Barat, Senin (27/12). Provinsi Jawa Barat masih menjadi penyumbang terbesar Berupaya Mengembalikan Keunggulan Industri Teh Indonesia yang Berkelanjutan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

Pemberlakuan jarak sosial dan perjalanan telah membuka percepatan investasi di beberapa teknologi ini. Tumbuhnya kesadaran akan perubahan iklim dan dorongan untuk keberlanjutan adopsi clean technology dan penerapan aturan, regulasi, dan standar baru. 

Komoditas teh termasuk komoditas sub sektor unggulan perkebunan nasional yang hingga saat ini turut berkontribusi dalam perekonomian nasional di antaranya sebagai penyumbang devisa negara yang ditandai dengan kinerja ekspor impor sebesar US$ 140 juta di tahun 2021 dan perannya dalam pengembangan UMKM nasional. 

Selain peran ekonomi, komoditas teh juga memiliki peran sosial budaya dan lingkungan yang sangat besar. Industri perkebunan teh mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 200.000 pekerja dan menghidupi keluarga lebih dari 1 juta jiwa. 

Manfaat bagi kesehatan dan nilai sejarah serta budaya sangat melekat pada komoditas ini. Dalam aspek lingkungan, komoditas teh berperan nyata dalam konservasi tanah sebagai penahan laju erosi dan memiliki ecosystem services lainnya yang tak ternilai. 

Baca Juga: Kemenperin Menilai Potensi Industri Perkebunan Indonesia Masih Tinggi

Namun secara nasional, kondisi bisnis teh saat ini, baik di hulu dan perdagangan sangat memprihatinkan. Dalam lima tahun terakhir produksi, dan luas areal teh mengalami penurunan, diikuti penurunan produktivitas. Tercatat pada tahun 2020, Indonesia memproduksi sebesar 126.000 teh kering dari 113.000 hektar (Ha) lahan teh. 

Di satu sisi nilai ekspor dan impor teh Indonesia juga patut untuk diperhitungkan. Tercatat pada tahun 2020 Indonesia memiliki nilai ekspor teh setara dengan USD 96,3 juta (45,3 ribu ton) dengan pasar utama negara Eropa. 

“DTI sendiri dalam beberapa kesempatan terus mendorong PT Perkebunan Nusantara (PBN) agar mengambil peran penting dalam ekspor teh Indonesia. Karena ekspor terbesar teh Indonesia dari PTPN sebesar 70 persen, sedangkan perkebunan besar swasta hanya 30 persen,” papar Gunadi. 

Namundi sisi lain, lanjut Gunadi, Indonesia dibanjiri oleh produk teh Vietnam, nilai impor total teh Indonesia tercatat sebesar USD 28,9 juta (14,9 ribu ton). Terlepas dari hal tersebut, penyelamatan industri teh Indonesia sangatlah penting mengingat nilai ekspor yang cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara.

Berbagai masalah yang terjadi di industri teh nasional merupakan masalah yang sering disebut sebagai lingkaran masalah yang terus menerus terjadi di semua sub sistem. Akibat harga jual rendah, maka kebun menjadi tidak terawat, yang mengakibatkan produktivitas rendah, sehingga biaya produksi tinggi, selanjutnya mengakibatkan kualitas teh yang dihasilkan rendah dan kembali menyebabkan harga jual teh terus menerus menurun dan menyebabkan kerugian yang terus menerus. 

Baca Juga: Terkait Penerapan Cukai Minimuman Berpemanis Tahun Depan, Ini Penjelasan Kemenkeu

Kondisi ini semakin diperparah dengan terjadinya kesenjangan kesejahteraan antara hilir – hulu. Perusahaan-perusahaan perkebunan (PBN, PBS) maupun petani merugi, sedangkan trader (buyer) dan perusahaan hilir memetik hasil penjualan dan keuntungan yang lumayan besar.

Sejak tahun 2001, sebagian besar perkebunan teh, baik Teh Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan terutama Perkebunan Besar Negara (PBN) semuanya dalam kondisi merugi akibat insuffciency, inefficieny, dan inconsistency dan beresiko terjadinya ketidakberlanjutan industri teh nasional. 

Networking antara market demand dengan produsen teh nasional juga menjadi permasalahan sendiri dalam keberlanjutan rantai nilai industri teh nasional. Isu-isu terkini seperti dampak perubahan iklim yang semakin dirasakan di Indonesia dan di negara-negara produsen teh lainnya, persaingan lahan dengan komoditas lain, kelangkaan tenaga kerja, kenaikan harga input faktor dan upah, dsb menjadi tantangan yang harus dihadapi industri teh Indonesia. 

Baca Juga: Terkait Penerapan Cukai Minimuman Berpemanis Tahun Depan, Ini Penjelasan Kemenkeu

Direktur Eksekutif DTI Harry Hendrarto mengatakan, berbagai strategi pemecahan masalah industri teh nasional sudah dilakukan sejak tahun 2013 hingga saat ini, seperti pelaksanaan program GPATN (Gerakan Penyelamaatan Agribisnis Teh Nasional) yang bertujuan untuk membangun kembali agribisnis teh agar bisa memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya, dan dipertajam dalam penyusunan Road Map Agribisnis Teh hingga 2045 di tahun 2015. 

“Namun  program ini belum berhasil dan memerlukan evaluasi pada realisasi teknis di setiap value chain teh nasional,” ujar Harry. 

Secara historis, komoditas teh di Indonesia juga bukan merupakan komoditas tanaman asli Indonesia tetapi warisan dari kolonial Belanda yang produksinya sudah dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×