kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Biaya perizinan bebani harga rumah


Sabtu, 26 Maret 2011 / 08:21 WIB
Biaya perizinan bebani harga rumah
ILUSTRASI. Miliarder pemilik Berkshire Hathaway Inc, Warren Buffett


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Edy Can

JAKARTA. Sekiranya pemerintah bisa menurunkan berbagai biaya perizinan di bidang properti, bisa jadi harga properti bisa lebih murah, termasuk harga rumah sederhana yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pasalnya, biaya perizinan tersebut ternyata sangat besar.

“Biaya perijinan rumah sederhana saja bisa mencapai 15%-20% dari total biaya pembangunan rumah,” kata Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI). Wajar saja jika selama ini urusan perizinan menjadi momok bagi para pengembang. Sudahlah biayanya mahal, proses pengurusannya pun sering kali berbelit-belit dan makan waktu.

Komisaris Wika Realty Muhammad Nawir menguraikan, biaya perizinan properti bisa berbeda-beda di setiap daerah. Untuk proyek properti di kota besar seperti Jakarta, biaya perizinan bisa mencapai 20% dari total biaya pembangunan rumah. Namun untuk proyek di daerah, biaya perizinannya bisa hanya 10% dari total biaya, bahkan kurang. "Kalau di daerah, biaya perizinan rata-rata antara 5% sampai 10%", kata Nawir, Jumat (25/3)

Sekadar catatan, Wikal Realty banyak mengembangkan proyek properti di daerah, selain di Jakarta dan di sekitarnya. Salah satu proyek perumahan Wika Realty yang sedang dipersiapkan adalah proyek perumahan di Bandung. .

Memang ada banyak jenis perizinan yang harus dimiliki pengembang, entah itu dalam mengembangkan apartemen, ruko, residensial maupun rumah. Yakni, izin Rencana Tata Ruang Kota (RTRK), izin Dinas Pekerjaan Umum (DPU), izin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), izin Hak Guna Bangunan (HGB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kemudian masih ada beberapa izin lain, seperti izin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Menurut Nawir, izin peruntukan termasuk jenis ijin yang pengurusannya lama. Izin peruntukan mengacu pada tata kota. Umumnya setiap wilayah di sebuah daerah sudah ada peruntukannya.

Nah, yang menjadi masalah jika pengembang membangun proyek properti yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga izinnya sulit keluar. "Kalau membangun tidak sesuai dengan tata kota, izinnya relatif mahal, karena hanya bisa dikeluarkan oleh gubernur," ujar Nawir.

Biaya siluman

Yang membikin pengembang semakin kerepotan, selain berbagai biaya resmi, mereka juga harus membayar banyak biaya tidak resmi alias biaya siluman. Jadi, “Sekarang ada dua biaya yang harus dikeluarkan untuk perijinan, pertama untuk biaya siluman alias pungutan liar dan kedua biaya ijin secara legal,” jelas Setyo dalam sebuah seminar pembangunan perumahan rakyat, Rabu (23/3/) lalu. Sayangnya, para pengembang enggan bicara terbuka mengenai biaya siluman ini.

Hazaddin T. Sitepu, Deputi Menteri Perumahan Rakyat Bidang Pengembangan Kawasan, mengakui, sejak adanya otonomi daerah, perizinan memang sangat rumit dan banyak pungutan liar. “Persyaratan perizinan saat ini sangat banyak, sehingga sulit,” katanya.

Hazaddin menyatakan, Kementerian Perumahan Rakyat menyerahkan persoalan ini ke pada masing-masing pemerintah daerah. Soalnya, dengan adanya otonomi darah, maka kewenangan tersebut memang ada di daerah. Namun, bila persoalan tersebut tidak juga diselesaikan, maka pemerintah pusat akan memberi sangsi, yakni berupa pemotongan anggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×