kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis kabel optik tertekan impor & bahan baku


Rabu, 04 Oktober 2017 / 20:17 WIB
Bisnis kabel optik tertekan impor & bahan baku


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serbuan kabel optik (optic fiber) masuk Indonesia serta Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek telekomunikasi dalam negeri yang belum diterapkan menggerus penjualan kabel optik lokal.

Noval Jamalullail, Ketua Umum Asosiasi Pabrik kabel Listrik Indonesia (Apkabel), mengakui bahwa sampai semester I 2017 penjualan kabel optik lokal mengalami penurunan.

"Ditambah pula bahan bakunya, optic core saat ini di dunia jumlahnya terbatas," kata Noval kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10). Kondisi ini menyebabkan harga bahan baku tersebut mengalami kenaikan.

Produsen lokal kebanyakan masih impor dan bea masuknya terbilang cukup mahal. Setidaknya pajak yang dikenakan untuk memasukkan barang tersebut berada di kisaran 12,5%. "Ini jauh berbeda dengan China yang telah memiliki industri hulu dari optic fiber ini jadinya mereka lebih murah," sebut Noval.

Di Indonesia saat ini produsen optic core baru dimiliki oleh pabrik PT Yangtze Optical Fibre Indonesia (YOFI). Perusahaan tersebut merupakan joint venture pada 2015 lalu antara PT Monas Permata Persada dengan Yangtze Cable dari China. Adapun kapasitas terpasangnya mencapai 3 juta fkm per tahun.

Namun menurut Noval, produksi YOFI sebagian besar masih untuk ekspor ke induknya di China. "Kepemilikan saham besar milik perusahaan China dan situasinya saat ini bahan baku tengah terbatas juga," urainya. Adapun kepemilikan Yangtze Cable mencapai 70% dari total saham.

Untuk mengerek bisnis kabel optik ini perlu peran pemerintah untuk menerapkan TKDN pada proyek kabel. "Sekarang sedang kami usahakan ke pemerintah supaya bisa pakai TKDN. Draft sedang disusun, mudah-mudahan tahun depan sudah bisa diterapkan," tukas Noval.

Lebih lanjut Noval mengemukakan bahwa kabel optik tidak hanya diserap oleh proyek Palapa Ring milik Telkom saja. "Saat ini order dari provider swasta dan kereta api juga ada," sebutnya.

Salah satu produsen optic fiber, PT Prysmian Cables Indonesia juga menyasar beberapa proyek terkait kabel serat optik tahun ini. Telecom Sales Manager  PT Prysmian Cables Indonesia, Mansur Arnold Kassydi, mengatakan, perusahaannya sudah memiliki permintaan pemasangan optic fiber dalam pipeline sampai akhir 2017 ini dengan nilai US$ 32 juta.

Sedangkan Voksel Electric Tbk (VOKS) sampai dengan semester I 2017 meraih penjualan kabel optik sebanyak Rp 147 miliar. Sementara PT Jembo Cable Company Tbk (JECC) membukukan penjualan kabel optiknya di paruh pertama 2017 sebanyak Rp 80 miliar.

Saat ini permintaan optic fiber di Indonesia mencapai 9 juta fkm setiap tahun. Menurut Noval, produsen lokal masih menyerap sebanyak 60% sisanya impor dari China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×