Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Laporan keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk atau GIAA tahun lalu ditolak oleh dua komisarisnya yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Kedua komisaris tersebut merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08% saham GIAA.
Penolakan keduanya didasarkan atas Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektiivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018 lalu beserta perubahannya.
Dari perjanjian tersebut, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar US$ 239,94 juta yang sebesar US$ 28 juta yang didapatkan dari bagi hasil yang didapatkan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.
“Tadi tidak dibacakan surat keberatan kami karena tadi pimpinan rapat menyatakan cukup dengan dinyatakan dan sudah dilampirkan di Annual Report (2018),” ujar Chairal Tanjung, Komisaris GIAA di Jakarta, Rabu (24/4).
Lebih lanjut, Chairal sebenarnya meminta surat keberatan dirinya dan Dony Oskaria bisa dibacakan dalam RUPST yang digelar hari ini. Namun tidak disetujui oleh pimpinan rapat sehingga hanya disertakan sebagai lampiran dalam laporan tahunan perusahaan ini.
Asal tahu saja, berdasarkan laporan keuangan tahun lalu, GIAA mencatat pendapatan usaha sebesar US$ 4,37 miliar dan laba tahun berjalan sebesar US$ 5,02 juta. Padahal sebelumnya perusahaan masih mencatat rugi sebesar US$ 213,39 juta pada tahun 2017 lalu.
“Kami tidak ada masalah, sebenarnya secara bisnis Garuda oke, kuartal I juga naik. Kami hanya keberatan terhadap satu transaksi itu saja. Itu tidak perlu dijelaskan karena masalah pendapat, kami tidak sependapat dengan perlakuan akuntansinya,” lanjutnya.
Menurutnya, laporan tahun lalu tetap diterima dan disetujui pemegang saham dengan catatan dua dissenting opinion dari dua komisaris. Penolakan ini menurutnya hanya sebagai pelaksanaan hak-hak sebagai komisaris terkait dengan perlakuan akuntansi yang kurang sesuai.
Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei dan Konsultasi Kementerian BUMN menyampaikan terkait dengan laporan keuangan itu merupakan wewenang dari direksi perusahaan. Sebagai perusahaan terbuka, Kementerian BUMN tidak akan ikut campur lebih jauh karena laporan keuangan sudah diaudit.
“Di RUPS kan sudah dijelaskan jadi ya sudah begitu saja. Kan kami sebagai peserta juga, (teknis) tanya ke Pak Ari (Ari Askhara) dari Kantor Akuntan Publiknya bilang apa? Tanya sama Direktur Keuangan Pak Fuad dan Pak Ari kan semua itu sudah diaudit,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News