Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Pengusaha pembuat menara (tower) mendesak pemerintah segera membuat aturan lebih lanjut tentang pembangunan menara telekomunikasi di daerah. Mereka juga menuntut agar aturan tersebut terintegrasi antara pusat dan daerah. Sebab, selama ini beberapa daerah membuat aturan sendiri yang menghambat minat para operator telekomunikasi membangun menara di daerah.
Hambatan inilah yang membuat pembangunan menara tahun ini turun 60% menjadi hanya 6.400 unit. Bandingkan dengan total menara yang dibangun pada 2008 sebanyak 16.000 unit. "Jika harga satu menara sekitar Rp 1,2 miliar, maka kita kehilangan pendapatan sangat besar,” kata Ahmad Fahmi, Ketua Asosiasi Pabrikan Tower Indonesia (Aspatindo) kepada KONTAN, kemarin.
Fahmi memberi beberapa contoh aturan yang menghambat tersebut. Misalnya, ada kabupaten yang membatasi pembangunan menara hanya boleh dilakukan satu perusahaan. Ada pula kabupaten yang hanya menunjuk satu badan sebagai pihak yang berhak mengurus perijinan pembangunan menara.
Kebijakan-kebijakan ini, kata Fahmi, membuat operator telekomunikasi berpikir ulang membangun menara di daerah. Jika operator menilai sebuah daerah cukup strategis, maka pembangunan menara tetap lanjut. Sebaliknya, mereka akan menunda rencana pembangunan bila daerah itu kurang strategis. "Sekarang kenaikan konsumsi telekomunikasi tak seimbang dengan pembangunan jaringan. Coba rasakan, jaringan tidak selancar dulu," lanjut Fahmi. Aturan yang ada saat ini, ujar Fahmi, hanya tentang pembangunan menara bersama.
Sekedar catatan, pada maret 2008, Menteri Telekomunikasi dan Informatika menerbitkan peraturan Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi. Aturan ini diperkuat dengan SKB 4 Menteri, yakni Menteri Dalam Negeri nomor 18 Tahun 2009, Menteri Pekerjaan Umum nomor 07/PRT/M/2009, Menteri Kominfo nomor 3/P/2009, dan BKPM nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
"Nah, pemerintah juga harus punya aturan pembangunan menara yang lebih teknis agar tak membingungkan daerah," lanjut Hahmi.
Kondisi ini juga akan menghambat target pertumbuhan industri telematika yang dipatok Departemen Perindustrian (Depperin). Menurut Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin, Budi Darmadi, industri telematika nasional ditargetkan menguasai pangsa pasar telematika senilai Rp 14 triliun atau 29% dari total sekitar Rp 48 triliun per tahun dalam dua tahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News