Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar menyatakan, ada dua BUMN yang siap menjadi pengelola saham pemerintah yang minoritas di berbagai perusahaan.
"Sejauh ini yang sudah menyatakan minat ialah PPA (PT Perusahaan Pengelola Aset) dan Danareksa," ujar Mustafa, di jakarta, Jumat (5/3) pekan lalu.
PPA dan Danareksa akan bersaing mengelola saham pemerintah yang nilainya Rp 4 triliun. Saham-saham tersebut tertanam di sejumlah perusahaan, antara lain PT Indosat Tbk (14%), PT Freeport Indonesia (9%), dan PT Bank Bukopin Tbk (18%).
Mustafa mengaku masih mempertimbangkan keinginan dua BUMN itu. Apabila, proposal tersebut menjanjikan, maka tak ada alasan bagi Kementerian BUMN tidak meloloskan kedua BUMN itu menjadi pengelola saham minoritas. Saat ini, Kementerian BUMN sedang melakukan kajian lebih dalam soal itu, targetnya selesai tahun ini.
Sebetulnya, menurut Mustafa, pemerintah memiliki opsi lain soal pengelolaan saham minoritas pemerintah itu. Yakni dengan membentuk badan baru yang khusus mengelola saham minoritas milik pemerintah tersebut. Namun, opsi ini pun masih dikaji.
Nantinya, Kementerian BUMN akan memilih apakah akan memilih opsi dengan membentuk lembaga baru atau menyerahkan kepada dua BUMN tersebut. "Kita melihat mana yang akan menguntungkan," kata dia.
Sekretaris Perusahaan PT Danareksa Bondan Pristiwandana mengaku belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari Kementerian BUMN soal tersebut. "Tapi kami siap jika ditunjuk oleh pemegang saham," kata Bondan kepada KONTAN. Dia enggan membeberkan rencana dan persiapan apa saja yang dilakukan Danareksa terkait dengan hal itu.
Direktur Utama PPA Boyke Mukijat menyatakan keinginannya menjadi pengelola saham-saham minoritas milik pemerintah tersebut. Namun, "Hal itu masih keinginan dari kami," kata Boyke, kemarin.
PPA ingin menjadi pengelola saham tersebut agar kinerja keuangannya bisa meningkat tiap tahunnya. Selain itu, “Ke depan kami juga ingin menjadi perusahaan yang juga mengelola asset-aset yang sehat, dan tidak hanya menjadi perusahaan yang menangani perusahaan yang sakit,” ujar Boyke.
Saat ini, PPA sedang menangani banyak BUMN sakit. Boyke menghitung, ada 18 BUMN sakit yang sedang dalam tahap kajian PPA. Nah, sejak 2008 hingga saat ini, PPA hanya memperoleh dana sekitar Rp 2,5 triliun. Dana segar tersebutlah yang kemudian disuntikkan oleh PPA kepada BUMN-BUMN yang sakit tersebut agar kinerjanya bisa sehat kembali.
Karenanya, Boyke meminta pemerintah menambah kucuran dana sebesar Rp 1 triliun pada 2011. PPA akan menggunakan dana tambahan tersebut untuk memberi suntikan ke BUMN yang sakit. “Dana PPA harus nambah lagi supaya PPA juga sehat. Jangan sampai, kita menyembuhkan BUMN sakit, tapi PPA juga ikut sakit,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News