Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (covid-19) berdampak terhadap permintaan (demand) gas angkutan dan niaga. Menurut data sementara yang dihimpun oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), demand gas dari sektor industri, bisnis dan listrik anjlok hingga puluhan persen.
Komite Bagian Gas BPH Migas Jugi Prajogio mengungkapkan, berdasarkan informasi dari sejumlah badan usaha gas angkutan dan niaga termasuk Pertagas Group, demand hingga pertengahan Mei dari segmen kelistrikan PLN turun dalam rentang 20% -70%.
Baca Juga: Meski dihantam pandemi, Kementerian ESDM pastikan layanan listrik tetap terjaga
Sementara demand dari segmen industri melalui gas pipa anjlok sampai dengan 70%, dan demand gas industri dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) merosot sampai 50%.
Adapun, untuk segmen bisnis hotel, restoran dan kafe, demand gas dalam CNG dan Liquefied Natural Gas (LNG) turun hingga ke level 70%. Jugi menambahkan, berdasarkan data dari PGN di wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi, demand gas niaga ke sektor komersial dan industri turun sekitar 21% selama masa pandemi.
Hingga saat ini, penurunan baru bisa tergambar dari rentang persentase, lantaran realisasi secara volume masih dalam tahap verifikasi. Selain verifikasi volume secara nasional dari seluruh badan usaha, BPH Migas juga tengah menghitung proyeksi demand gas angkutan dan niaga hingga akhir tahun.
Sebab setelah anjlok akibat pandemi dalam beberapa bulan terakhir, ada potensi demand kembali menanjak setelah kondisi new normal diterapkan. "Hal ini sedang dibahas (verifikasi volume serta proyeksi gas angkutan dan niaga), tapi belum final," kata Jugi kepada Kontan.co.id, Senin (8/6).
Baca Juga: Teken komitmen harga gas dengan pelanggan industri, PGN antisipasi dampak keuangan
Menurut Jugi, data dari badan usaha angkutan dan niaga, Pertagas Group sebagai transporter gas, serta PGN di Kabupaten dan Kota Bekasi yang menjadi tulang punggung industri, mampu menggambarkan secara riil penurunan demand gas selama masa pandemi.
"Volume gas yang diangkut turun drastis. Area Bekasi itu backbone, bisa menjadi acuan untuk area lainnya. Pertagas adalah transporter yang mengangkut gas para shipper. Sehingga data tersebut dapat menggambarkan keadaan pasar yang lebih riil," jelas Jugi.
Dirinya pun berharap, covid-19 bisa segera tertangani dan serapan gas kembali menanjak. Dengan begitu, volume gas yang akan dialirkan bisa lebih banyak sehingga lebih efisien secara biaya. "Saat pandemi covid berakhir, mudah-mudahan demand-nya normal, menyerap gas lagi. Nanti gas mengalir semakin banyak, artinya timbul efisiensi," harap Jugi.
Baca Juga: Pebisnis Migas Juga Perlu Insentif Corona
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan sebagai salah satu segmen penyerap gas terbesar, penurunan demand gas untuk listrik menjadi hal yang wajar. Seiring dengan konsumsi listrik yang merosot, penggunaan pembangkit peaker yang berbahan bakar gas juga menurun.
Dalam penurunan beban puncak sekitar 2 GigaWatt (GW) hingga 3 GW, maka penurunan konsumsi gas diestimasikan mencapai 20%-25%. "Karena beban puncak turun 2 GW-3 GW, jadi operasi pembangkit peaker yang memakai gas juga turun, estimasinya kebutuhan gas turun 20%-25%," sebut Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News