kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,86   -28,87   -3.11%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dinilai cacat proses dan substansi, sejumlah kalangan akan gugat UU Minerba ke MK


Rabu, 13 Mei 2020 / 18:47 WIB
Dinilai cacat proses dan substansi, sejumlah kalangan akan gugat UU Minerba ke MK
ILUSTRASI. Rapat Kerja Pembahasan Revisi UU Minerba Pemerintah dan Komisi VII DPR


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR telah mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba, dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5). Dengan begitu, rezim hukum pengelolaan pertambangan minerba di Indonesia telah memasuki babak baru. Sayangnya, polemik lama belum juga usai.

Sejumlah kalangan mengkritik pengesahan perubahan UU minerba lantaran dinilai bermasalah baik secara proses pembahasan maupun substansi. Gelombang penolakan itu akan membawa pengesahan revisi UU minerba untuk digugat ke Mahkamah Konstiusi (MK).

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menyatakan, pengesahan revisi UU Minerba cacat baik dari segi formalitas maupun substansi. Menurut Redi, proses revisi UU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over atau pembahasan yang dapat dilanjutkan dari DPR periode 2014-2019 ke 2019-2024. Juga, tidak dilbatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari awal pembahasan.

Baca Juga: Ini poin-poin penting dalam UU Minerba yang baru disahkan

Secara substansi, Redi menyebutkan, sejumlah pengaturan yang dinilainya bermasalah. Antara lain soal jaminan perpanjangan izin, khususnya untuk Kontrakk Karya (KK) dan PKP2B serta perubahan statusnya menjadi IUPK.

Selain itu, terkait perizinan usaha minerba yang dinilai sentralistik, serta soal pengolahan dan pemurnian. Redi pun menilai, revisi UU minerba tidak menempatkan prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam pengusahaan KK dan PKP2B.

"Sudah ada beberapa tokoh yang siap mengajukan diri sebagai pemohon uji materiil UU Minerba 2020 ke MK. Begitu sudah di tandatangan presiden dan diundangkan oleh Menkumham, langsung kami daftarkan ke MK," kata Redi kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5).

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso. Menurutnya, UU Minerba baru ini tidak meniupkan angin segar untuk tata kelola pertambangan di Indonesia, kecuali bagi para pemegang KK dan PKP2B perpanjangan.

Budi pun menyoroti adanya jaminan perpanjangan izin dan juga soal luas wilayah. Ia mempersoalkan penggantian klausula "dapat diperpanjang" dalam UU No.4/2009 yang diubah menjadi "dijamin". Di sisi lain, Budi juga berpandangan bahwa UU minerba baru ini belum bisa menjawab hambatan dan kesulitan untuk meningkatkan eksplorasi, hilirisasi dan juga menjaga iklim investasi tambang minerba.

"Kami dengan beberapa kolega akan melakukan judicial review, dan sedang menyiapkan materi dan dokumen pendukungnya. Banyak cacat prosedur yang dilakukan dan tidak hanya cacat substansi," kata Budi.

Baca Juga: Karpet merah BUMN di bisnis pertambangan mineral dan batubara

Penolakan juga datang dari koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia. Manager Advokasi dan Program Pengembangan Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho menyoroti sidang-sidang dalam Komisi VII DPR yang dinilai tertutup, termasuk dalam proses pembahasan revisi UU Minerba yang minim pelibatan publik.

Secara substansi, Aryanto antara lain menyoroti terkait dengan luasan wilayah pertambangan dan jaminan perpanjangan izin operasi pertambangan. Juga sentralisasi kewenangan perizinan yang diambil pemerintah pusat.

"Perizinan yang dulunya di provinsi sekarang dicabut dan diserahkan ke pemintah pusat. Ini akan menjadi polemik. kita ketahui dari 2014 ke 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai, sekarang harus ditransisikan lagi," sebutnya.

Baca Juga: Pengesahan revisi UU Minerba jadi katalis positif di tengah penurunan harga batubara

Sementara itu, Arip Yogiawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa penyusunan dan pengesahan revisi UU Minerba merupakan proses legislasi terburuk dalam lima tahun terakhir. Ia pun menyerukan partisipasi elemen masyarakat dalam advokasi untuk menggugat revisi UU Minerba baik secara proses hukum maupun politik.

"Judicial review harus lebih bermakna, dengan melakukan konsolidasi rakyat. Kita harus menjadi antitesis dari DPR yang tidak partisipatif. Ini proses terburuk dalam pembuatan legislasi," tegasnya.

Sebagai informasi, dalam laporan hasil pembahasan tentang perubahan UU Minerba, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengungkapkan, revisi UU Minerba ini telah memulai proses penyusunan sejak tahun 2015. Menurut Sugeng setelah terbentuk Panitia Kerja (Panja), proses pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU minerba dilakukan secara intensif dari 17 Februari 2020 hingga 6 Mei 2020.

Disela-sela proses pembahasan, kata Sugeng, Panja RUU Minerba Komisi VII DPR RI telah menerima masukan dan pandangan dari Tim Peneliti Fakultas Hukum UI dan telah melaksanakan Rapat dengan Komite II DPR RI.

Secara keseluruhan, konsep RUU Minerba setelah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan RUU Cipta Kerja menghasikan perubahan sebagai berikut. Yakni, 2 bab baru sehingga menjadi 28 bab, 83 pasal yang berubah, 52 pasal tambahan/baru, dan 18 pasal yang dihapus. Sehingga total jumlah pasal menjadi 209 pasal.

"Kami menyadari bahwa RUU minerba ini belumlah menyenangkan semua pihak," kata Sugeng.

Dalam rapat kerja atau Pembicaraan Tingkat I pada Senin (11/5), Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan, jika ada pihak yang tidak sepakat dengan hasil revisi ini, pihaknya mempersilahkan untuk mengajukannya gugatan judicial review.

"Pembahasan terlalu cepat? jawaban kami, ini disiapkan 2016. Pembahasan perundangan mesti dipahami. Kalau ada yang tidak pas, judicial review saja," tandasnya.

Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, setelah disahkan, saat ini naskah revisi UU minerba sedang dalam proses untuk diundangkan ke dalam Lembaran Negara. Eddy mengklaim, UU Minerba yang disahkan kemarin akan mampu menjawab perkembangan zaman, memenuhi kebutuhan di sektor pertambangan dan memberikan kepastian hukum.

Eddy mempersilakan jika UU minerba baru ini akan digugat ke MK. "Bagi mereka yang tidak merasa puas, tentu ada jalur yang telah disiapkan oleh konstitusi. Kami persilakan hal tersebut dilaksanakan. Tentu kalau sudah MK, semua pihak akan tunduk dan patuh terhadap keputusan yang dihasilkan MK ke depannya," kata Eddy saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/5).

Baca Juga: Tahun depan, Adaro Energy (ADRO) akan ajukan perpanjangan kontrak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×