kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diprediksi kembali molor, megaproyek 35.000 MW baru beroperasi 23% di semester I-2020


Minggu, 02 Agustus 2020 / 08:23 WIB
Diprediksi kembali molor, megaproyek 35.000 MW baru beroperasi 23% di semester I-2020


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyelesaian megaproyek kelistrikan 35.000 Megawatt (MW) bakal kembali mundur. Penyesuaian terhadap anjloknya pertumbuhan konsumsi (demand) listrik akibat pandemi Covid-19 menjadi penyebab utamanya.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana membeberkan, megaproyek ini terdiri dari 397 unit pembangkit berkapasitas total 35.528 MW. Hingga Juni 2020 baru ada 200 unit pembangkit yang yang beroperasi (COD/SLO) dengan kapasitas 8.187 MW atau 23% dari keseluruhan proyek.

Baca Juga: Subsidi listrik tahun ini diproyeksikan bakal membengkak menjadi Rp 62,93 triliun

Mayoritas proyek masih dalam masa konstruksi yakni sebanyak 98 unit pembangkit dengan kapasitas 19.250 MW (54,2%). Selanjutnya, ada 45 unit pembangkit berkapasitas 6.528 MW (18,4%) masih dalam fase kontrak belum konstruksi.

Sedangkan 24 unit pembangkit berkapasitas 839 MW (2,4%) masih dalam tahap pengadaan, dan 30 unit pembangkit dengan kapasitas 724 MW (2%) masih dalam perencanaan.

Dengan penurunan demand akibat pandemi Covid-19, akan ada pergeseran jadwal COD di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk tidak membebani operasional PT PLN (Persero).

"Karena ada penurunan demand, maka kemudian di RUPTL akan digeser jadwal COD-nya untuk tidak membebani lebih jauh ke operasional PLN," kata Rida dalam konferensi pers virtual yang digelar Kamis (30/7).

Lebih lanjut, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, megaproyek 35.000 MW yang juga terdiri dari proyek kelistrikan lainnya seperti jaringan transmisi dan gardu induk dijadwalkan bakal berakhir pada tahun 2028 sebagaimana yang tercantum dalam RUPTL periode 2019-2028. 

Namun dengan adanya penurunan demand dan pandemi Covid-19, akan ada pergeseran jadwal operasional proyek yang akan dituangkan dalam RUPTL yang baru untuk periode 2020-2029. Menurut Jisman, untuk melihat pembangkit mana saja yang akan mundur dari jadwal, berapa kapasitasnya dan hingga kapan akan selesai, pihaknya masih menunggu usulan RUPTL baru.

"Intinya sampai sekarang PLN belum menyampaikan RUPTL baru kepada kami. Kami masih menunggu usulan RUPTL yang baru untuk menyikapi penurunan (demand)," kata Jisman.

Baca Juga: Token listrik gratis PLN bulan Agustus sudah bisa diklaim hari ini, begini caranya

Sembari menunggu usulan RUPTL baru dari PLN, Jisman mengatakan bahwa pada pekan depan pihaknya akan menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebab, proyeksi pertumbuhan ekonomi merupakan landasan dalam memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik untuk tahun tahun ke depan.

"Pertanyaan pembangkit mana, kapan? sampai berapa tahun mundurnya? tentu harus ada hitung-hitungan. Kami punya semacam tools untuk menghitung, sehingga terlihat pertumbuhan listriknya. Dasarnya pertumbuhan ekonomi akan kami tanyakan ke Kemenkeu," terang Jisman.

Terkait dengan anjloknya konsumsi, Jisman memberikan gambaran bahwa di sistem kelistrikan Jawa-Bali saja menyebabkan 3.000 MW terhenti. Konsumsi listrik rumah tangga memang meningkat, namun belum bisa mengangkat penurunan konsumsi dari sisi bisnis dan industri.

Rida mengatakan, konsumsi listrik periode semester I-2020 hanya tumbuh 0,96% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Dengan skenario pandemi Covid-19 terus berlanjut, maka konsumsi listrik hingga akhir tahun ditaksir bakal turun 6,25% dibandingkan realisasi tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×