Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali menegaskan fokus penguatan rantai pasok emas dan tembaga sebagai bagian dari strategi memperkuat kedaulatan mineral nasional.
Sejalan dengan melonjaknya permintaan global terhadap emas sebagai aset lindung nilai di tengah gejolak geopolitik, agenda hilirisasi dinilai menjadi peluang bagi Indonesia untuk naik kelas sebagai pusat pemurnian logam mulia di kawasan.
Baca Juga: Jembo Cable (JECC) Bidik Pertumbuhan Laba dan Pendapatan hingga 12% pada 2026
Pengamat Energi Universitas Indonesia Ali Ahmudi mengatakan, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) emas yang dipadukan dengan sistem traceability domestik, percepatan sertifikasi Good Delivery dari London Bullion Market Association (LBMA), serta pembangunan Precious Metal Refinery (PMR), menjadi fondasi penting untuk mengurangi ketergantungan pada fasilitas pemurnian di luar negeri.
“DMO emas bukan hanya mengatur pasokan dalam negeri. Ini strategi hilirisasi agar Indonesia tidak lagi sekadar menambang, tetapi menjadi pemain industri global. Dengan smelter dan PMR, Indonesia akan mengekspor bullion, bukan lagi konsentrat mentah,” ujar Ali dalam keterangan resminya, Kamis (27/11).
Selain emas, hilirisasi tembaga juga terus dikuatkan sebagai pilar transisi energi. Tembaga berperan vital dalam rantai pasok kendaraan listrik, baterai, hingga infrastruktur listrik hijau.
Baca Juga: Produk Kopi Indonesia Raup Potensi Transaksi Rp 52,47 Miliar di Korea Selatan
Integrasi antara proyek Smelter Gresik dan PMR disebut dapat memperkokoh ambisi Indonesia dalam membangun ekosistem downstreaming menuju ekonomi hijau.
“Transformasi ini bagian dari visi Indonesia Emas 2045. Targetnya, Indonesia menjadi regional refining and manufacturing hub pada 2025–2035. Kombinasi DMO emas, hilirisasi tembaga, dan kebijakan industri nasional akan memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok logam strategis dunia,” imbuhnya.
Momentum penguatan hilirisasi juga tercermin dari performa dua perusahaan tambang besar di bawah MIND ID Group. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membukukan penjualan bersih Rp 72,03 triliun hingga kuartal III-2025, tumbuh 67% secara tahunan.
Segmen emas termasuk bisnis Pulogadung dan produksi dore bar melalui PT Cibaliung Sumberdaya menjadi penopang utama perluasan margin.
Total produksi emas mencapai 590 kg (18.969 troy ons) sepanjang sembilan bulan pertama, dengan tambahan 151 kg (4.855 troy ons) pada kuartal III.
Baca Juga: DOSS Luncurkan Tiga Inisiatif untuk Perkuat Ekosistem Kreatif Indonesia
Laba bersih melonjak hampir tiga kali lipat menjadi Rp 6,61 triliun, sementara posisi kas menguat ke Rp 9,26 triliun.
Sementara itu, PT Freeport Indonesia (PTFI) mencatat produksi 966 juta pon tembaga dan 876 ribu ons emas hingga September 2025.
Meski sempat terdampak insiden mud rush di Grasberg, pemulihan operasional berjalan bertahap.
Freeport meraup pendapatan US$ 6,97 miliar, laba bersih US$ 674 juta, dan berhasil menekan biaya produksi tembaga ke US$ 1,40 per pon.
Proyek Smelter Gresik dan PMR juga telah menghasilkan katoda tembaga perdana pada Juli 2025, sebuah tonggak penting menuju kemandirian pemurnian logam nasional.
Kinerja solid ANTM dan PTFI mempertegas arah kebijakan hilirisasi yang kini diperkuat dengan DMO emas dan integrasi industri tembaga.
Baca Juga: Strategi Cove 2025: Akuisisi Properti & Ekspansi ke Mancanegara
Pemerintah menargetkan pembangunan smelter, penguatan rantai pasok logam mulia, dan standarisasi internasional sebagai basis transformasi industri bernilai tambah.
“Transformasi ini bukan hanya soal produksi, tetapi soal kedaulatan ekonomi. Indonesia punya peluang besar menjadi pusat pemurnian logam di kawasan, dengan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” tutup Ali.
Selanjutnya: Cara Sederhana Membantu Anak Saat Flu, Ini Rekomendasi Ahli
Menarik Dibaca: Cara Sederhana Membantu Anak Saat Flu, Ini Rekomendasi Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













