kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dulu peternak rakyat dominasi pasar unggas, kini?


Jumat, 04 November 2016 / 10:10 WIB
Dulu peternak rakyat dominasi pasar unggas, kini?


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Dalam sepuluh tahun terakhir, bisnis peternak unggas kian lesu. Sebagai perbandingan, tahun 2006 peternakan rakyat menguasai 70% pangsa pasar unggas nasional.

Tahun ini, porsi peternakan rakyat tinggal 18%. Tak sedikit peternak skala usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini malah bangkrut.

Kondisi ini tak terlepas dari gejolak harga ayam broiler (livebird) yang jatuh di bawah ongkos produksi selama kurun waktu tahun 2013-2016. Tahun 2014, harga bibit ayam atawa day old chick (DOC) konsisten mahal dan peternak kecil kesulitan memperolehnya.

Sejumlah kalangan menuding, situasi ini dipicu oleh Undang-Undang (UU) No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Maklum, UU ini membuka peluang industri masuk secara leluasa di bisnis budidaya. Pengaturan suplai indukan juga tidak dibuat yang mengakibatkan fluktuasi harga ayam.

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Fatika mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan di dua kabupaten di Jawa Barat, yakni di Karawang dan Bogor, peternak mandiri menderita kerugian besar. "Potensi kerugian yang dialami peternak di dua kabupaten ini saja mencapai antara Rp 746 miliar hingga Rp 1,49 triliun per tahun," ujarnya, Kamis (3/11).

Yeka menjelaskan, marginalisasi peternak unggas mandiri terjadi dalam tiga pola. Pertama, marginalisasi usaha, terjadi ketika peternak bangkrut.

Kedua, marginalisasi skala usaha, terjadi pada saat peternak mengalami penurunan skala usaha. Ketiga, marginalisasi kemandirian terjadi pada saat peternak berubah dari peternak mandiri menjadi peternak plasma.

Dalam lima tahun terakhir, telah terjadi penurunan skala usaha peternak UMKM dari 35.000 DOC per minggu menjadi 17.000 DOC per minggu. Hal ini berdampak terhadap pengurangan jumlah peternak UMKM dan meningkatnya peternak plasma.

Saeful, seorang peternak asal Sukabumi mengatakan, pihaknya telah mengadukan nasib mereka kepada pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kemtan).

Namun hingga kini, Kemtan belum mengambil langkah konkret untuk mendukung industri peternakan rakyat. "Saat ini, saya tidak pernah mendengar lagi ada peternak rakyat yang berhasil membesarkan usaha mereka dari skala kecil menjadi besar," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×