Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Niat pengusaha memperbesar pangsa ekspor di negara-negara selatan seperti Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah bukannya tanpa kendala. Usaha pengusaha itu terbentuk dinding tebal bernama bea masuk ke negara-negara tersebut.
Untuk ekspor produk makanan dan minuman misalnya, bea masuk ke negara tujuan ekspor itu terbilang amat tinggi, bisa sampai 30%. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman di Jakarta, Selasa (16/10).
Adhi menyebutkan, dengan bea masuk yang tinggi, produk makanan dan minuman Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain yang sudah menjalin kerjasama dengan negara tujuan ekspornya itu.
Salah satunya adalah Malaysia, yang saat ini memasok produknya ke Afrika Selatan. Adhi berharap, perundingan perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan bisa membawa angin segar berupa keringanan bea masuk ekspor produk makanan dan minuman.
"Kami inginnya bea masuk sama dengan bea masuk most favored nation (MFN) yang ada di kisaran 5% sampai dengan 6%," ujar Adhi ketika ditemui di sela-sela acara World Export Development Forum (WEDF) 2012 di Jakarta.
Menurut Adhi, Afrika Selatan menyimpan potensi besar sebagai tujuan ekspor makanan dan minuman. "Indonesia harus masuk ke negara-negara selatan supaya tidak terlalu tergantung pada Amerika Serikat (AS) dan Eropa," tegasnya.
Makanya, pihak GAPMMI bersama-sama dengan Kementerian Perdagangan sudah bolak-balik mengirim delegasi ke Afrika Selatan. Adapun produk yang permintaannya paling tinggi adalah kopi, cokelat, kelapa, minyak sawit, maupun produk olahan seperti mi instan.
Sekadar informasi tambahan, ekspor makanan dan minuman Indonesia setiap tahunnya mencapai US$ 4 miliar. Sebanyak 15% di antaranya mengalir untuk AS, 10% untuk Eropa, 10% untuk Jepang, dan sisanya lain-lain. Porsi ekspor ke Afrika sendiri masih minim, hanya sekitar US$ 100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News