Reporter: Fahriyadi, Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Industri minyak goreng berbahan baku minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada tahun ini diperkirakan akan tumbuh tipis dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi dan ekspor minyak goreng tahun ini diprediksikan melambat alias di bawah pertumbuhan periode tahun lalu.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan, produksi minyak goreng sawit nasional tahun ini diprediksikan mencapai 19,03 juta ton atau naik 2,67% ketimbang produksi tahun lalu yang sebesar 18,5 juta ton. Pertumbuhan produksi yang tipis ini mengikuti pelambatan pertumbuhan ekspor minyak goreng nasional.
Sahat memprediksikan, ekspor minyak goreng nasional tahun ini mencapai 12,45 juta ton atau hanya naik sekitar 2,04%. Padahal tahun 2014, ekspor minyak goreng terbilang cukup baik, yakni naik 3,82% dari tahun 2013 lalu. "Ekspor minyak goreng tahun ini agak lesu karena sejumlah negara tujuan ekspor, seperti China dan India, mulai membatasi impor produk CPO mereka, termasuk minyak goreng," ujar Sahat kepada KONTAN, Selasa (21/4).
Perlambatan ekspor ini diperkirakan bakal tambah parah apabila pemerintah jadi mengenakan pungutan terhadap ekspor produk turunan CPO seperti minyak goreng ini sebesar US$ 35 per ton. Sebab, hal itu akan berimbas pada harga jual minyak goreng Indonesia yang tak kompetitif di pasar ekspor.
Agar kompetitif, menurut Sahat, minyak goreng seharusnya hanya dikenakan pungutan US$ 10 per ton.
Sekadar informasi, ekspor produk olahan CPO tahun ini diperkirakan hanya mencapai 15,9 juta ton atau naik 1,92% ketimbang ekspor tahun 2014 yang mencapai 15,6 juta ton. Pelambatan pertumbuhan ekspor ini CPO ini menyeret juga pertumbuhan ekspor minyak goreng.
Garap pasar domestik
Lesunya pasar ekspor minyak goreng ini membuat pengusaha berupaya memaksimalkan pasar domestik. GIMNI memperkirakan, kebutuhan minyak goreng domestik tahun ini mencapai 6,58 juta ton atau naik 3,8% dari kebutuhan tahun 2014 yang sebesar 6,34 juta ton.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan industri makanan dalam negeri masih menjadi pendorong pengusaha minyak goreng untuk menggarap pasar domestik. Apalagi, Sahat bilang, pasokan kelapa sawit yang melimpah dari dalam negeri diperkirakan bakal membuat harga minyak goreng tahun ini relatif stabil.
Menurut Sahat, rencana pemerintah meningkatkan mandatori bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel untuk bahan campuran solar dari 10% jadi 15% tak akan mengganggu kapasitas produksi minyak goreng nasional. Pasokan CPO sebagai bahan baku masih terjamin.
Saat ini, rata-rata tiap tahun industri minyak goreng menyerap sekitar 7 juta ton CPO atau hanya 23% dari total produksi CPO nasional yang mencapai 30 juta ton.
Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) menyebut bahwa produksi minyak goreng nasional tahun ini bisa menyentuh angka 21,5 juta ton dengan kebutuhan dalam negeri sekitar 6 juta ton. Selain dari CPO, produksi minyak goreng juga berasal dari kelapa atau kopra yang jumlahnya tak terlalu besar.
Dengan produksi yang melimpah dan kebutuhan yang relatif stabil, maka harga minyak goreng akan stabil. Harga minyak goreng dalam pantauan Kemdag saat ini mencapai Rp 15.167 per 620 mililiter (ml) untuk kemasan dan Rp 11.206 per kilogram (kg) untuk minyak goreng curah. Harga ini relatif stabil sejak awal tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News