Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Permintaan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) masih terbilang stabil di tengah dinamika tarif impor baru yang diberlakukan pemerintah AS.
Sebagai salah satu perusahaan eksportir kopi Indonesia, PT Indokom Citra Persada menilai daya saing kopi nasional masih cukup kuat dibanding negara produsen lain seperti Brasil dan Vietnam.
Presiden Direktur PT Indokom Citra Persada Saimi Saleh mengatakan, tarif impor baru yang diterapkan AS terhadap sejumlah negara belum memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekspor kopi asal Indonesia.
“Permintaannya tak berubah. Pesaing kita seperti Brasil kena tarif 50%, Vietnam 20%, sedangkan kita 19%. Jadi secara umum kita masih lebih murah sekitar 30% dari Brasil dan 1% dari Vietnam,” jelas Saimi kepada Kontan, Selasa (7/10/2025).
Baca Juga: SPBU Swasta Enggan Beli BBM Pertamina karena Etanol, Dirjen Migas Bilang Begini
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kopi Indonesia hingga Juli 2025 mencapai US$ 1,34 miliar. Secara tren, nilainya sempat turun pada bulan April menjadi US$ 152,1 juta dari US$ 200,8 juta pada bulan sebelumnya. Namun pada bulan Mei kembali naik menjadi US$ 208,2 juta, lalu menjadi US$ 219,3 juta pada bulan Juni, dan US$ 208,5 juta pada bulan Juli.
Dari jumlah nilai dalam delapan bulan tersebut, Saimi bilang nilai ekspor khusus ke AS masih tinggi di kisaran US$ 500 juta. Pun, tren di Indokom sendiri untuk kategori specialty coffee permintaannya masih stabil, tak ada penurunan.
Di sisi lain, ia juga tak menampik bahwa persaingan dengan negara-negara di kawasan Amerika Selatan dan Tengah turut menjadi tantangan tersendiri. Sebab, tarif untuk mayoritas kawasan tersebut, misalnya Kolombia, lebih rendah di level 10%. Pun, secara jarak juga lebih dekat ke pasar AS.
Namun begitu, menurutnya permintaan tak bakal serta-merta beralih. “Kalau secara logika perdagangan, yang lebih murah pasti jadi incaran pembeli. Tapi di sisi lain, kopi itu juga soal selera. Kalau sudah cocok dengan kopi Indonesia, mereka tetap beli, walau mungkin volumenya turun sedikit,” ujarnya.
Ia memperkirakan, jika sebelumnya ekspor kopi Indonesia ke AS berkisar 40.000–50.000 ton, kemungkinan bisa turun ke kisaran 30.000 ton akibat selisih harga dan jarak pengiriman. Meski begitu, untuk segmen specialty coffee, faktor harga biasanya tak seberapa berpengaruh mengingat yang dijual adalah persepsi dan karakter cita rasa.
Selain pasar AS, Saimi menilai peluang diversifikasi ekspor juga terbuka ke sejumlah negara non-produsen kopi. Secara khusus, ia menyebutkan negara-negara BRICS dan kawasan Eropa sebagai pasar potensial.
Apalagi, dalam iklim pemerintahan saat ini. “Presiden kita bapaknya eksportir itu. Menteri keuangan kita juga begitu kompromistis, siap mendukung,” sebutnya.
Secara keseluruhan, ia optimistis prospek ekspor Indonesia akan meningkat signifikan jika kebijakan pemerintah terus mendukung sektor perdagangan. Alhasil, bukan tak mungkin ekspor kopi secara keseluruhan naik sampai 50% pada tahun 2026.
Baca Juga: PT Timah (TINS) Dapat Limpahan 6 Smelter Sitaan, Begini Prospek Kinerjanya
Selanjutnya: Bersih-Bersih Aset Buruk di Dua Bank Ini Belum Beres
Menarik Dibaca: 7 Alasan Jamu Kunyit Asam Bagus untuk Wanita, Bantu Cegah Osteoporosis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News