Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah corona (Covid-19) telah mengubah lanskap bisnis global, termasuk bisnis ritel. Ernst & Young (EY) menyebutkan pagebluk corona telah menyebabkan disrupsi signifikan terhadap perekonomian global.
Partner, Strategy and Operations EY Singapura, Olivier Gergele menyatakan, wabah Covid-19 berdampak signifikan terhadap bisnis ritel secara global dan ASEAN.
Baca Juga: Pendiri Grup Lippo: Siapa yang kuasai supply chain, dia akan memenangi pertarungan
Bisnis ritel bergeser ke ranah online dengan ketergantungan yang lebih tinggi pada e-commerce. Saluran penjualan ini telah terbukti tangguh membantu pemilik bisnis untuk mempertahankan penjualan selama pandemi, ketika saluran offline menunjukkan pengurangan pengunjung hingga 50% dalam bulan Februari-Maret 2020.
Gergele mengungkapkan hal tersebut dalam seminar virtual bertema “Navigating Covid-19: adjusting to the ‘new’ normal – Retail in the time of and post COVID-19” yang berlangsung Kamis (14/5) lalu.
Seminar virtual itu diikuti oleh 50 eksekutif dan pemimpin bisnis ritel di Indonesia. Selain Gergele, dua pembicara lain dalam seminar itu adalah Iwan Margono (Partner, Strategy and Operations EY Indonesia) dan Ashutosh Deshmukh (Associate Partner, Strategy and Operations EY Singapura).
Baca Juga: Ada pendemi Covid-19, pangsa pasar ritel Daihatsu naik ke 18,2% di empat bulan 2020
EY melihat akan adanya pertumbuhan yang berkelanjutan dalam penetrasi online di seluruh negara di ASEAN, dengan pasar e-commerce Indonesia siap untuk tumbuh menuju skala US$ 42-US$ 46 miliar pada tahun 2025 (22-27% CAGR).
Efek yang dihasilkan untuk bisnis e-commerce juga berpotensi mempercepat jalan menuju profitabilitas. "Inovasi berperan vital di masa ini, termasuk model bisnis baru seperti dark kitchens, platform-based communities, dan sebagainya yang terus muncul dan berkembang," kata Gergele, dalam rilis yang diterima KONTAN, Jumat (15/5).
Mengacu pada hasil survei EY Global Capital Confidence Barometer (CCB22) edisi ke-22, responden memandang pandemi Covid-19 akan berdampak cukup berat pada perekonomian global dalam bentuk penurunan konsumsi dan gangguan rantai pasokan, dengan terhentinya hampir seluruh kegiatan sosial.
Pandemi ini juga memunculkan transisi permintaan konsumen atas kesehatan dan keselamatan, serta perbelanjaan online. Jumlah responden survei tersebut lebih dari 2.900 eksekutif C-Suite (level CEO, CFO, COO) secara global, termasuk 260 orang dari wilayah ASEAN.
Baca Juga: BPS catat ekspor Indonesia anjlok 13,11% pada April 2020, ini pemicunya
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan global akan melorot menjadi -3%, sementara pertumbuhan PDB Indonesia menyusut menjadi 0,5% pada tahun 2020.
Sementara survei EY yang dilakukan live kepada peserta webinar menunjukkan bahwa penjualan online dan marketplace adalah prioritas utama untuk meningkatkan posisi mereka. Sebagian besar pengecer memprioritaskan digitalisasi bisnisnya, bukan pada divestasi atau restrukturisasi sebagai opsi strategis utama dalam 12 bulan ke depan.
Baca Juga: Impor barang konsumsi turun pada April 2020
Pada strategi pengurangan biaya, peserta memilih corporate overhead dan biaya back-office sebagai pilihan teratas, diikuti pengurangan biaya in-store dan rasionalisasi portofolio toko, harga barang, serta logistik.
Selain itu, working capital menjadi pilihan sebagai area key cash release (likuiditas) bagi sebagian besar responden. Melengkapi pandangan di atas, lebih dari 60% responden mengklaim bahwa mereka memiliki sumber daya yang diperlukan untuk mendukung peningkatan bisnisnya.
Associate Partner, Strategy and Operations EY Singapura, Ashutosh Deshmukh menyoroti beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan pemain ritel tentang bagaimana menjadi pemain yang lebih kuat selama pandemi.
EY memprioritaskan lima langkah yang dapat dilakukan peritel untuk memperkuat posisi mereka. Pertama, memperkuat online presence dengan mengadopsi strategi omni channel dan berinvestasi pada marketing online. Kedua, mendorong ketahanan supply chain dengan sumber yang beragam.
Baca Juga: Ini warning Mochtar Riady terkait krisis ekonomi akibat wabah Covid-19
Ketiga, memperluas penawaran untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berkembang. Keempat, perlu mempertimbangkan akuisisi strategis untuk pertumbuhan yang lebih cepat. Kelima, mendorong ketangkasan dengan memberdayakan pengambilan keputusan strategis yang efisien.
Sedangkan Partner, Strategy and Operations EY Indonesia, Iwan Margono menjelaskan, hasil akhir dari pandemi ini tidak dapat ditentukan dan kuncinya terletak pada perencanaan skenario.
Dampak pandemi bisa sangat bervariasi, tergantung pada beberapa faktor seperti penahanan (scenario planning) dan penanganan yang efektif. Oleh karena itu, peritel harus mencanangkan skenario apa saja yang mungkin terjadi pada bisnis dan membuat perencanaan ke depan untuk setiap skenario untuk dapat bertahan dan menang di situasi baru yang bergejolak.
Baca Juga: Belanja online di Indogrosir, barang belanjaan diantar ke rumah dengan taksi
EY, melalui model ketahanan perusahaan (enterprise resiliency model) yang dimiliki, menawarkan sembilan area fokus untuk pengelolaan manajemen Covid-19, yang berfungsi sebagai alat diagnostik yang mudah digunakan untuk membantu memberikan pendekatan komprehensif dan metodis terhadap manajemen krisis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News