Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), anak usaha PT PLN (Persero) telah merampungkan proses financial close untuk pendanaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata berkapasitas 145 MWAc.
Direktur Utama PJB Gong Matua Hasibuan mengungkapkan kesepakatan financial close telah diperoleh sejak Senin (2/8). Selanjutnya, proyek ini ditargetkan beroperasi secara komersil pada November 2022. Gong optimistis proyek ini dapat turut berkontribusi pada upaya mengejar target bauran Energi Baru Terbaruk (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang.
"Proyek ini akan membawa dampak positif, diantaranya akan meningkatkan bauran EBT di Indonesia. Meningkatkan iklim investasi dan membuka lapangan kerja domestik," terang Gong dalam Deklarasi Financial Close yang digelar virtual, Selasa (3/8).
Baca Juga: Menteri ESDM sebut biaya investasi PLTS turun 80% dalam satu dekade terakhir
Adapun, investasi untuk proyek ini mencapai sekitar US$ 145 juta. PJB memperkirakan kebutuhan investasi mencapai sekitar US$ 1 juta untuk setiap 1 MW listrik. Komposisi pendanaan sebesar 80% bersumber dari lender asing dan 20% dari modal sendiri. Lender terdiri dari Sumitomo Mitsui Banking Corp, Societe Generale dan Standard Chratered Bank.
Konsorsium PLTS Cirata merupakan kerjasama antara PJB melalui anak usahanya, PT PJB Investasi dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab, Masdar. PJB Investasi memiliki porsi saham sebesar 51% sedangkan 49% sisanya dimiliki Masdar.
Direktur Operasi PMSE Dimas Kaharudin mengungkapkan sebagai PLTS terapung pertama di Indonesia dan yang terbesar di Asia Tenggara, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan PLTS terapung Cirata, termasuk memastikan desain infrastruktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk Cirata kedalaman cukup dalam dan lereng relatif curam. Ini jadi tantangan (ciptakan) desain PLTS apung yang aman, andal dan bertahan 25 tahun," kata Dimas.
Dimas melanjutkan, sesuai ketentuan yang berlaku pihaknya bakal memenuhi komitmen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TDKN) sebesar 40% baik untuk solar panel dan floater.
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengungkapkan pengembangan EBT ke depannya memang bertumpu pada PLTS.
Nantinya bakal ada tiga model pengembangan PLTS yang didorong yakni PLTS ground, PLTS atap dan PLTS terapung. Khusus untuk PLTS terapung, Kementerian ESDM mencatat potensinya mencapai 28 GW tersebar di 375 lokasi. "Yang tipikalnya sama dengan PLTS Terapung Cirata maka potensinya ada 12 GW," kata Chrisnawan.
Demi memastikan potensi yang ada bisa dioptimalkan, Chrisnawan bilang pihaknya telah melakukan kordinasi dengan kementerian PUPR. Nantinya batasan maksimum luasan yang bisa digunakan untuk PLTS terapung di waduk maupun bendungan bisa ditingkatkan. Asal tahu saja, berdasarkan ketentuan yang ada saat ini maka besaran maksimum luasan area yang bisa dimanfaatkan untuk PLTS terapung hanya sebesar 5%.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan hingga semester I 2021 total kapasitas terpasang PLTS mencapai 166,6 MW. "PLTS atap 34,38 MW, PLTS 132,22 MW dan saat ini belum ada PLTS terapung yang beroperasi," kata Dadan kepada Kontan, Selasa (3/8).
Kementerian ESDM menargetkan tambahan kapasitas EBT tahun ini sebesar 980 MW dimana yang telah COD sejauh ini sebanyak 215,04 MW dan sebesar 12,98 MW berasal dari PLTS. Selain itu realisasi investasi PLTS di tahun ini telah mencapai US$ 14,77 juta.
Selanjutnya: Pengembangan PLTS dihadapkan berbagai tantangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News