Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji fleksibilitas kontrak minyak dan gas (migas).
Dalam hal ini, kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi (Cost Recovery) bagi wilayah kerja baru dan terminasi dipertimbangkan untuk bisa digunakan kembali, sehingga para investor memiliki opsi selain sistem fiskal gross split.
Baca Juga: Kaji fleksibilitas skema investasi migas, ESDM timbang lagi skema cost recovery
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, pemerintah tengah mengkaji rencana tersebut dan akan menampung masukan dari investor.
Sebab, Djoko mengatakan bahwa opsi ini dikeluarkan sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menarik minat investor di sektor hulu migas.
"Pak Menteri (ESDM) mendengar investor yang benar-benar serius mau melakukan investasi. Kalau dia komitmen, kami lihat maunya apa, kita dukung," kata Djoko, Jum'at (29/11).
Baca Juga: Belajar dari Mahakam, Pertamina: Jangan ada penurunan produksi Rokan di masa transisi
Namun, Djoko belum bisa memastikan apakah opsi fleksibilitas antara cost recovery dan gross split ini akan jadi diterbitkan. Yang jelas, sambung Djoko, pemerintah akan mempermudah masuknya investor di sektor migas.
"Tentunya para investor yang punya dana untuk investasi, secara equity. Bukan investor yang haya bermodal kertas," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher mengungkapkan, opsi tentang fleksibilitas kontrak migas ini akan melewati berbagai kajian.
Baca Juga: Selama ini Industri terbantu dengan keberadaan BUMN Gas
Wisnu mengatakan, pemerintah akan berupaya untuk memberikan pilihan kontrak yang bisa mencapai standar keekonomian bagi investor.
"Setiap investor punya standar keekonomian, ini perlu menjadi pemikiran dasar, bagaimana resources yang masih dimiliki Indonesia masih ekonomis untuk dikembangkan dengan berbagai skema," ujar Wisnu, Sabtu (30/11).
Wisnu bilang, pemerintah perlu mengerek investasi di sektor hulu migas agar bisa meningkatkan produksi dan menambah cadangan baru. Untuk itu, kebijakan perlu diarahkan untuk menarik minat investor.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi NSB perpanjang hak pengelolaan sementara di Blok B
Apalagi persaingan investasi di hulu migas semakin ketat, termasuk dengan negara kawasan, seperti Vietnam dan Kamboja. "Karena kita ingin lebih banyak investor yang datang, Indonesia butuh investasi," ungkapnya.
Sebagai informasi, realisasi investasi di sektor hulu migas hingga Kuartal III tercatat US$ 8,4 miliar atau meningkat 11% dibandingkan realisasi investasi di periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Industri migas Indonesia menantang, penerapan teknologi sangat dibutuhkan
Namun secara target tahunan, realisasi investasi per kuartal III baru mencapai 57% dari target investasi hulu migas tahun 2019 di angka US$ 14,7 miliar.
Meski demikian, SKK Migas optimistis investasi di sektor hulu migas akan terus menanjak seiring dengan adanya 42 proyek utama hulu migas hingga 2027 dengan total investasi sebesar US$ 43,3 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News