Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Setelah asas cabotage berlaku, jumlah kapal beranak pinak. Sayang, industri galangan kapal yang memproduksi dan memperbaiki kapal tak tumbuh sepesat itu. Alhasil, banyak pemilik kapal lari ke luar negeri demi merawat kapalnya (docking).
Tjahjono Roesdianto, Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) membandingkan, dari 3.000 perusahaan pelayaran yang memiliki 9.000 kapal, jumlah industri perkapalan hanya sekitar 240-250. "Seharusnya kita berjalan beriringan," ucapnya kepada KONTAN, Sabtu (15/10).
Ia memprediksi industri perkapalan cuma tumbuh 5% setiap tahunnya. Tahun lalu, kapasitasnya 6 juta gros ton, dan tahun ini diprediksi naik 16,67% menjadi 7 juta gros ton. Perusahaan perkapalan itu melayani kapal berkapasitas maksimal 50.000 death weight ton (DWT).
Tjahjono mengemukakan tiga kendala yang mengakibatkan industri perkapalan tidak tumbuh maksimal. Kendala itu adalah investasi atau permodalan, regulasi perpajakan, serta kurangnya dukungan industri penunjang.
Fransiscus Dantje, Direktur Operasional dan Komersial PT Surya Prima Bahtera membenarkan ketiga hal itu. Menurutnya, untuk membangun sebuah perusahaan perkapalan, minimal perlu investasi Rp 1 miliar. Terlebih, industri perkapalan harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika membeli barang-barang perlengkapan kapal. "Padahal perusahaan pelayaran tidak dikenakan PPN," timpal Tjahjono.
Karena itu, perusahaan perkapalan mengklaim pajak di jasa perbaikan. Tarif jasa perbaikan itu bervariasi tergantung pada besar kapal dan tingkat kerusakan.
PT Surya Prima Bahtera memasang tarif untuk perbaikan rutin atau intermediate survey per 30 bulan rata-rata US$ 500.000. Sedangkan tarif jasa special survey untuk 60 hari senilai US$ 600.000-US$ 700.000. Perusahaan memiliki kapasitas untuk melayani 40 kapal dalam 1 tahun.
Ketimpangan antara jumlah kapal dengan jumlah perusahaan dok kapal menyebabkan antrean perbaikan kapal nan panjang. "Terkadang perlu menunggu tiga-empat bulan untuk perbaikan rutin saja," kata Tjahjono.
Tak jarang perusahaan pelayaran memilih memperbaiki kapal ke beberapa negara seperti China. Perusahaan dok kapal di China didukung oleh perusahaan produksi mesin dan perlengkapan kapal.
Lain halnya dengan Indonesia. Misalnya, saat ini hanya ada 3 perusahaan produsen plat baja untuk perkapalan, yaitu Krakatau Steel, Garuda Raja Paksi dan Gunawan Dian Jaya Steel. Dus, banyak perusahaan perkapalan mengimpor bahan baku dari China, India, dan Ukraina, termasuk Surya Prima Bahtera. Untungnya karena berlokasi di Batam, perusahaan ini tak perlu membayar pajak impor bahan baku tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News