Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mendorong pemerintah untuk mengkaji pengurangan beban ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat. Usulan ini muncul menyusul kebijakan tarif impor AS sebesar 32% yang berisiko menggerus daya saing sawit Indonesia di pasar tersebut.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono menjelaskan bahwa ekspor sawit Indonesia ke AS dalam lima tahun terakhir terus tumbuh. Pada 2020, volume ekspor ke AS baru sekitar 1,5 juta ton, lalu melonjak menjadi 2,5 juta ton di 2023. Meski sedikit terkoreksi menjadi 2,2 juta ton di 2024, nilainya naik signifikan dari US$1,1 miliar menjadi US$2,9 miliar.
"Pangsa pasar kita di AS itu 89%, sangat besar dan harus dijaga," tegas Eddy kepada Kontan, Kamis (10/4).
Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Pasar Ekspor Sawit Indonesia di AS Bisa Direbut Malaysia
Namun, beban ekspor yang ditanggung produk sawit Indonesia dinilai cukup berat. Eddy menyebut, saat ini ekspor sawit dikenakan Domestic Market Obligation (DMO), pungutan ekspor (PE), dan bea keluar (BK) dengan total sekitar US$221 per metrik ton. Sementara, Malaysia hanya menanggung beban sekitar US$140 per metrik ton dan tarif impor ke AS yang lebih ringan, yakni 24%.
"Dengan kondisi itu, Malaysia lebih kompetitif. Mereka juga lebih dekat secara geografis," jelasnya.
Gapki pun mengusulkan agar khusus untuk pasar AS, beban ekspor bisa dikurangi sehingga bisa menjaga daya saing. Apalagi, kata Eddy, memindahkan volume ekspor sebesar 2,5 juta ton ke pasar lain tidaklah mudah.
Baca Juga: Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 100 Ribu Ton, Nilai Ekspor Ikut Merosot
"Saya yakin pasar AS masih bisa ditingkatkan menjadi 3 juta ton, karena kebutuhan industrinya, terutama pangan, terus tumbuh. Minyak sawit tidak semuanya bisa digantikan oleh minyak nabati lain," ujarnya.
Eddy juga menegaskan bahwa pelaku industri sawit nasional telah menaruh perhatian besar terhadap aspek keberlanjutan. "Beberapa anggota Gapki bahkan sudah mengantongi sertifikasi seperti ISPO, RSPO, dan ISCC," tambahnya.
Gapki berharap agar pemerintah segera merespons situasi ini secara strategis agar pangsa pasar sawit nasional di AS tidak tergeser, mengingat Malaysia juga berpeluang mengisi kekosongan pasar jika Indonesia tidak cepat bertindak.
Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Respons Positif Wacana Pemangkasan Bea Keluar CPO
Selanjutnya: Soal Rencana Pemangkasan Bea Keluar Ekspor CPO ke AS, Kemendag: Masih Pembahasan
Menarik Dibaca: 10 Sayuran yang Tidak Boleh Dikonsumsi Penderita Diabetes secara Berlebihan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News