Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) keberatan dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok sebesar 10% pada tahun 2015.
Ismanu Soemiran, Ketua Gappri, mengatakan kenaikan tarif cukai sebesar 10% dalam situasi industri saat ini, tentu sangat memberatkan industri kretek nasional. “Jika benar cukai rokok naik sampai 10%, bisa dipastikan pabrik rokok banyak yang gulung tikar," ujarnya, Jumat (10/10).
Sebelumnya, pemerintah melalui Ketua Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto berencana menaikkan cukai rokok sebesar 10%. Kenaikan itu untuk memenuhi target penerimaan RAPBN 2015 sebesar Rp. 120 triliun dari cukai rokok.
Dijelaskan Ismanu, pada kuartal I tahun 2014, beberapa pabrik mengalami penurunan produksi, khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), serta Sigaret Kretek Mesin (SKM) layer menengah. Beberapa pabrikan terpaksa mem-PHK puluhan ribu pekerja SKT, bahkan penutupan pabrik.
“Ini gelombang PHK besar-besaran pertama dan akan terus berlangsung sampai akhir 2015,” ujar Ismanu.
Menurutnya dalam tiga tahun terakhir terjadi tren penurunan produksi, terutama sejak pemerintah menerapkan tarif cukai sangat tinggi dan pemberlakuan gambar peringatan rokok PP 109/2012.
Walau pada tahun 2012 produksi mengalami kenaikan 9%, tetapi tahun 2013 mengalami penurunan drastis 7%. Dan di tahun 2014 ini, berdasarkan estimasi DJBC RI, produksi rokok diperkirakan hanya akan naik 3%.
Oleh karena itu, Gappri mengusulkan agar kenaikan tarif hasil tembakau tahun 2015 dikurangi menjadi 5%. Dengan estimasi pertumbuhan produksi mencapai 3,3%, Gappri optimistis target penerimaan Rp120 triliun akan terpenuhi dengan kenaikan 5% tarif cukai itu.
Untuk memenuhi itu, Gappri mengusulkan agar Harga Jual Eceran (HJE) per batang dinaikkan, karena sudah dua tahun tidak dinaikkan. Sedangkan, struktur tarif cukai tetap dengan 13 layer. Batasan produksi SKM tetap 2 golongan, bila ada perubahan batasan produksi Golongan II SKM minimal tidak kurang dari 2 miliar batang dan Golongan III SKT agar diselamatkan dan sebagai “jaring pengaman” agar bisa membendung peredaran rokok ilegal.
“Ujungnya mengembalikan penguatan organ dan struktur kretek sebagai produk heritage juga perlu diperhatikan Pemerintah,” tambahnya.
Melanggar UU
Ismanu juga mengingatkan bahwa kenaikan 10% tarif cukai dalam situasi industri rokok yang sedang mengalami keterpurukan berpotensi melanggar UU Cukai No. 39 Tahun 2007.
Dalam Pasal 5 ayat (4) UU Cukai dikatakan, dalam setiap menetapkan kebijakan cukai dan alternatif kenaikannya, perlu diperhatikan kondisi industri, aspirasi pelaku usaha, dan persetujuan DPR RI.
"Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Saat ini kondisinya tidak.memungkinkan untuk naik lebih dari 5%. Kalau dipaksakan, selain bisa merusak sistem industri, juga berpotensi melanggar UU" terang Ismanu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News