kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.465   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.898   66,24   0,97%
  • KOMPAS100 1.001   10,19   1,03%
  • LQ45 775   7,44   0,97%
  • ISSI 220   2,72   1,25%
  • IDX30 401   2,31   0,58%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   1,15   1,03%
  • IDXV30 115   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   0,58   0,44%

GINSI minta pemerintah evaluasi kinerja Krakatau Steel (KS)


Senin, 20 September 2021 / 21:39 WIB
GINSI minta pemerintah evaluasi kinerja Krakatau Steel (KS)
ILUSTRASI. Ekspor perdana produk baja Krakatau Steel pada 2021 melalui pelabuhan Krakatau Bandar Samudera, Cilegon, Banten.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Fernando Emas menilain, persoalan impor baja ini adalah bentuk kegagalan KS yang tidak mampu menyediakan bahan baku baja di dalam negeri, walaupun investasi yang ditanam di BUMN ini sudah triliunan rupiah.

Menurut Fernando,  proyek PT Meratus Jaya Iron and Steel, anak perusahaan KS yang ada di Tanah Bumbu Kalimantan Selatan yang sudah menyerap dana negara Rp 2 triliunan seharusnya bisa menutup defisit impor baja nasional.

Baca Juga: Permintaan meningkat, beberapa emiten baja memasang target optimistis di tahun ini

Padahal jika terealisasi,  pabrik yang kini mangkrak tersebut dapat menghasilkan slab, billet, dan bloom dari pengolahan biji besi. Saat ini impor slab, billet, dan bloom nasional mencapai 3 juta ton yang diimpor oleh KS dan Anggota IISIA lainnya dengan nilai miliaran dollar per tahunnya. Slab, billet, dan bloom merupakan bahan baku utama industri baja dan semuanya belum dapat diproduksi di dalam negeri.

Menurut Fernando juga,  KS  tidak mampu menghasilkan produk-produk baja engineering steel yang dibutuhkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tambah tinggi seperti otomotif, permesinan, pertahanan, penerbangan, pengeboran minyak dan peralatan-peralatan khusus.

Industri-industri tersebut tidak akan berkembang secara maksimal selama bahan baku bajanya tidak dapat dipasok dari dalam negeri.

Alih-alih berusaha untuk melakukan diversifikasi produk, KS justru melakukan ekspansi ke sektor konstruksi yang merupakan sektor hilir. "Hal ini dikhawatirkan akan menciptakan iklim usaha yang tidak sehat pada sektor hilir," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×