kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gula lokal terpuruk, petani tak bersemangat menanam tebu


Kamis, 06 Desember 2018 / 19:41 WIB
Gula lokal terpuruk, petani tak bersemangat menanam tebu
ILUSTRASI. Pabrik Gula Ngadirejo


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gula lokal yang terus terpuruk di bawah Rp 9.000 per kg di tingkat petani membuat dampak besar bagi petani tebu. Belum lagi saat ini Bulog belum menyerap seluruh gula petani.

"Harga gula rendah dan tetap makin turun. Kemarin di jual Rp 9.000 sekarang enggak laku. Kita jual susah, kalau mau jual di bawah Rp 9.000 lah. Jadi yang sangat butuh duit menjual gula di bawah itu," kata Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen kepada Kontan.co.id, Kamis (6/12).

Menurut Soemitro, Bulog sejauh ini menyerap gula dengan harga Rp 9.000 per kg, hanya saja belum seluruh gula di tingkat penggilingan swasta dan pemerintah yang sudah diserap.

"Bulog menyerap memang, tapi kan enggak semua. Terutama bagi petani yang menggiling di pabrik swasta," ujarnya.

Akibat 1,1 juta ton gula impor, saat ini harga gula lokal sulit untuk menanjak. Untuk harga produksi saja Rp 10.500, namun Bulog hanya menyerap dengan harga Rp 9.000.

Dampaknya adalah petani urung untuk menanam tebu. "Petani itu gairahnya hilang sama sekali untuk menanam tebu. Itu yang saya khawatirkan. Harapannya ya harga Rp 12.000 per kg dan itu harga yang wajar," ujarnya.

Namun demikian, ia juga berharap impor gula di stop hingga selesai panen pada November 2019. Soemitro berharap pemerintah bisa bertindak bijaksana dan adil terhadap polemik ini yang bermula dari data.

Ia menyebut bahwa sebelumnya menteri pertanian Andi Amran Sulaiman sempat mengatakan bahwa produksi akan ada tambahan 2,3 juta ton. Namun ia meragukan hal tersebut lantaran jumlah produksi per hektare saat ini jauh di bawah angka tersebut.

"Saat ini total produksi 2,1 juta ton dengan luas 450.000 ha, sehingga produksi per ha adalah 4,6 ton hingga 5 ton. Kalau mau menjadi 2,3 juta ton, berarti harus ada tanaman baru. Di mana itu kebunnya?" jelasnya.

Ia menegaskan bahwa data merupakan suatu hal yang penting untuk memitigasi kebijakan. Oleh sebab itu, ada baiknya masalah data perlu ada perbaikan dari seluruh stakeholder terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×