kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hadapi tekanan harga dan corona, perusahaan migas ramai-ramai revisi rencana kerja


Minggu, 12 April 2020 / 18:22 WIB
Hadapi tekanan harga dan corona, perusahaan migas ramai-ramai revisi rencana kerja
ILUSTRASI. Tak hanya penurunan harga minyak, efek gulir dari pandemi virus corona juga memperumit kondisi bisnis migas.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 bakal menjadi tahun yang terjal bagi perusahaan minyak dan gas (migas). Tak hanya harga minyak dunia yang anjlok hingga ke bawah level US$ 30 per barel, efek gulir dari pandemi virus corona juga memperumit kondisi bisnis migas di tahun ini.

Perusahaan migas ramai-ramai melakukan langkah mitigasi, khususnya dalam hal penyesuaian target atau rencana kerja di tahun ini. Ada yang sudah melakukan revisi, ada juga yang masih mengkaji sejumlah opsi. Hal ini dilakukan bukan hanya oleh perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memproduksi migas siap jual alias lifting, melainkan juga oleh emiten jasa penunjang migas.

PT Pertamina EP, misalnya telah menyiapkan skenario untuk menyesuaikan target dan rencana kerja perusahaan di tahun ini. Anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu itu utamanya menyesuaikan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang menjadi acuan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020.

Baca Juga: Fluktuasi harga minyak, ini skenario perubahan target dan rencana kerja Pertamina EP

Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengungkapkan, perubahan asumsi ICP tersebut bakal berpengaruh terhadap anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex), termasuk juga pada proyeksi pendapatan dan laba perusahaan di tahun ini.

"Yang utamanya ICP, kami buat beberapa skenario. Maka harus ada adjustment terhadap besaran capex dan opex supaya masih bisa memberikan profit," terang Nanang kepada Kontan.co.id, Minggu (12/4).

Dia menjelaskan, skenario penyesuaian tersebut tidak hanya terjadi dari sisi keuangan saja, melainkan akan mengubah rencana operasional atau produksi migas Pertamina EP. "Kalau capex dan opex kami potong, jumlah program kerja terkait produksi juga berpengaruh. Sumur yang dibor dan workover turun, target produksi juga turun," kata Nanang.

Baca Juga: Lifting minyak akan turun hingga 5%, PNBP makin tergelincir

Namun, Nanang menyebut pihaknya masih belum secara resmi mengajukannya ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Skenario perubahan rencana kerja ini bisa jadi baru akan diajukan pada pertengahan tahun dan mulai diterapkan pada semester II mendatang. Menurut dia, Pertamina EP akan terlebih dulu mencermati pergerakan harga minyak pada satu atau dua bulan ke depan.

Sebelumnya, induk migas pelat merah, PT Pertamina (Persero) dikabarkan tengah melakukan antisipasi terhadap dampak corona dengan menerapkan business continuity plan. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, Pertamina tengah meninjau kembali target keuangan dan rencana kerja untuk menjalankan apa yang paling prioritas.

Hal itu dilakukan sembari mencermati kondisi aktual terkait penanganan corona dan efek gulir yang ditimbulkannya. "Masih dalam review. Sampai saat ini, kami terus berupaya menjalankan rencana kerja dengan mengambil langkah antisipasi menerapkan business continuity plan. Sambil terus melakukan evaluasi mendalam untuk prioritas rencana kerja, biaya operasi dan investasi," ujar Fajriyah.

Baca Juga: Ikut agenda G20, Menteri ESDM sampaikan komitmen Indonesia pulihkan sektor energi

Berbeda dengan Pertamina, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) telah lebih dulu melakukan revisi target dan rencana kerja. Vice President Planning and Investor Relations MEDC Myrta Sri Utami mengungkapkan, di tengah tren harga minyak yang masih rendah, Medco Energi melakukan revisi target operasional produksi dan capex.

Medco Energi juga mengkaji pengeluaran, melakukan penangguhan dan penghematan di berbagai bidang. Merujuk pada investor update yang diterbitkan pada 17 Maret 2020, MEDC mengurangi target produksi dari 110 mboepd menjadi 100-105 mboepd.

Sementara itu, capex tahun ini juga dipangkas dari US$ 340 juta menjadi US$ 240 juta. "Situasi harga minyak saat ini sangat menantang dan kami tidak dapat prediksi sampai kapan kondisi ini akan berlangsung," kata Myrta.

Baca Juga: CPO Malaysia: Stok Meningkat, Uni Eropa Kembali Menggeser China

Dalam catatan Kontan.co.id, sejumlah emiten jasa penunjang migas juga berniat melakukan revisi rencana kerja. Salah satunya PT Elnusa Tbk (ELSA).

Head of Corporate Communications ELSA Wahyu Irfan mengungkapkan, kondisi saat ini akan membuat aktivitas eksplorasi migas akan tertahan. Ujungnya, bakal berdampak pada penurunan aktivitas jasa penunjang migas.

Menurut Wahyu, ELSA sedag mengkaji perubahan sejumlah target di tahun ini, baik dari sisi operasional, kinerja keuangan maupun anggaran belanja modal capex. "Secara umum masih berjalan normal hingga saat ini dengan tetap memperhatikan pencegahan Covid-19. Beberapa perlu penyesuaian tambahan. Untuk perubahan target sedang dalam kajian," ungkap dia.

Baca Juga: Corona meluas, META dan CMNP catatkan penurunan lalu lintas tol hingga 50%

Tak hanya ELSA, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga mulai mengkaji kembali proyeksi keuangan akibat keberlanjutan pandemi corona dan fluktuasi harga minyak global. Investor Relations ENRG Herwin Hidayat mengatakan kondisi saat ini memang berpotensi memberi dampak pada kinerja keuangan.

Herwin tak menampik, fluktuasi harga minyak pada tahun ini lebih berdampak signifikan ketimbang yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. "Dan dengan risiko Covid-19 ini ENRG sedang mengkaji ulang proyeksi keuangan ke depannya," ujar Herwin.

Senada, PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) juga akan melakukan revisi target. Direktur Utama RUIS Sofwan Farisyi mengatakan kajian ulang terhadap target akan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal termasuk aspek relaksasi kebijakan dari pemerintah yang berdampak pada hasil bottom line perusahaan.

"RUIS akan melakukan review ulang terhadap target tahun 2020 perusahaan, terutama downside scenario, dengan mempertimbangkan beberapa hal agar dapat diketahui financial sustainability perusahaan secara keseluruhan," tutur Sofwan.

Sofwan memastikan, hal tersebut juga termasuk alokasi belanja modal untuk tahun ini. Menurut dua, beberapa kontrak yang telah diraih berpotensi mengalami penundaan termasuk untuk proyek yang telah dimenangkan tendernya.

"Secara komersial akan terdapat penundaan beberapa proses tender, bahkan yang sudah ditunjuk menjadi pemenang tender. Secara operasional, diperkirakan akan terjadi penurunan utilisasi nilai kontrak karena turunnya harga minyak, proses ini kami yakini sedang dihitung oleh klien," terang Sofwan.

Baca Juga: Arab Saudi-Rusia sepakat pangkas produksi minyak besar-besaran, ini penjelasannya

Pasti Berubah

Di tengah tekanan kondisi saat ini, SKK Migas juga memastikan bakal ada revisi rencana hulu migas di tahun ini. Baik dari sisi target produksi minyak siap jual (lifting), investasi, maupun target pengoperasian (on stream) sejumlah proyek hulu migas.

Direktur Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengungkapkan, pihaknya saat ini masih melakukan evaluasi dan diskusi dengan KKKS terkait skenario perubahan yang paling mungkin dilakukan, dengan meminimalisasi risiko dan dampak baik terhadap pemenuhan lifting migas nasional maupun kinerja perusahaan.

"Target dan rencana kerja hulu migas pasti akan ada revisi. Masih on going, dijalankan dengan berbagai skenario. Sedang dikerjakan dan dievaluasi bersama para KKKS," kata Julius kepada Kontan.co.id, Minggu (12/4).

Baca Juga: Ini hasil stress tes LPS jika ekonomi Indonesia memburuk akibat wabah corona

Menurut pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto, kondisi hulu migas saat ini jauh lebih rumit dibandingkan dengan biasanya. Sebab, tantangan yang ada bukan sekadar masalah menurunnya harga minyak dunia melainkan juga efek pandemi corona yang mengganggu mobilitas tenaga kerja dan logistik, serta berimbas pada tekanan ekonomi nasional maupun global.

"Kalau harga minyak rendah saja, industri migas mungkin sudah lebih siap menghadapi karena juga sudah bukan sekali dua kali ini terjadi. Tapi ini ada Covid-19, industri hulu migas tidak bisa underestimate pandemi ini," kata Pri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×