Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
"Kondisi industri batubara tetap tertekan setidaknya bulan Juli - Agustus sampai status darurat Covid-19 atau lockdown dicabut oleh berbagai Negara," kata Rizal.
Dengan begitu, Rizal memproyeksi harga batubara akan tertekan disepanjang tahun ini hingga tahun depan. Ia menyebut, kenaikan harga batubara bakal menunggu pemulihan kembali industri dan permintaan energi di sejumlah negara, khususnya di China, India, Jepang, dan Korea Selatan sebagai pasar utama batubara Indonesia.
"Proyeksi harga batubara bisa turun ke level US$ 60 per ton di penghujung 2020," sebut Rizal.
Sementara itu, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, kondisi saat ini jelas akan berdampak terhadap perusahaan batubara. Menurutnya, perusahaan tambang skala besar tidak akan menaikkan produksi, tapi akan lebih memilih bertahan sembari wait and see atas perkembangan aktual penanganan Covid-19.
Baca Juga: Catatkan laba di 2019, simak rencana Bumi Resources Minerals (BRMS) tahun ini
Sedangkan untuk perusahaan kecil, apalagi dengan kualitas batubara rendah, Singgih memperkirakan tahun ini akan menjadi tahun yang sangat berat. Dalam kondisi ini, efisiensi korporasi lumrah menjadi pilihan.
Dengan keadaan sekarang, sambungnya, aktivitas eksplorasi juga diprediksi bakal terhenti. Perusahaan akan cenderung untuk lebih memilih mempertahankan pasar atas dasar cadangan terbukti yang dimiliki saat ini.
Untuk itu, katanya, pemerintah perlu untuk mulai memikirkan insentif yang bisa diberikan terhadap pelaku tambang. "Maka bagaimana pun peran pemerintah untuk memberikan stimulus harus mulai dipikirkan apapun bentuknya," ujar Singgih.