kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga batubara menghangat, Delta Dunia (DOID) bidik kontrak baru pada 2021


Jumat, 18 Desember 2020 / 16:24 WIB
Harga batubara menghangat, Delta Dunia (DOID) bidik kontrak baru pada 2021
ILUSTRASI. Kontraktor pertambangan batubara PT Bukit Makmur Mandiri Utama atau BUMA, anak usaha PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Foto Dok DOID


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga batubara pada tahun ini ikut menekan kinerja PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Kendati begitu, emiten jasa kontraktor pertambangan ini optimistis bisa memulihkan kinerja pada tahun depan. Strategi utama yang akan ditempuh ialah membidik kontrak-kontrak baru.

Presiden Direktur DOID Hagianto Kumala mengatakan, pada tahun yang sulit akibat pandemi covid-19 ini, pihaknya lebih berfokus pada optimalisasi aset yang ada, efisiensi biaya, dan pengurangan belanja modal. "Juga optimalisasi arus kas untuk menjaga likuiditas agar perseroan dapat beradaptasi dan mendapatkan momentum ketika terjadi pemulihan pasar," ungkap Hagianto dalam public expose yang berlangsung Jum'at (18/12).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur DOID Eddy Porwanto menjelaskan, rata-rata harga batubara 2020 yang lebih rendah ketimbang tahun lalu turut mempengaruhi tingkat produksi batubara para klien. Alhasil, volume pemindahan lapisan tanah hingga Kuartal III-2020 sebanyak 229,7 juta bcm atau turun 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Voksel Electric (VOKS) perkuat penjualan lewat kanal digital

Penurunan juga terjadi dari sisi produksi batubara, yakni sebanyak 11% menjadi 33,8 juta ton hingga kuartal III-2020. Penurunan dari sisi operasional diikuti dengan anjloknya pendapatan DOID yang menjadi US$ 494,17 juta atau turun 28,42% dari realisasi di Kuartal III-2019.

Penurunan tersebut membuat DOID mencatatkan kerugian sebesar US$ 3,69 juta pada sembilan bulan pertama tahun ini. Padahal periode yang sama di tahun sebelumnya DOID mampu membukukan laba bersih senilai US$ 28,14 juta. "Dengan penurunan dari revenue yang cukup signifikan dan tantangan yang dihadapi, kerugian senilai itu adalah hasil yang cukup optimal yang bisa kami capai sepanjang sembilan bulan 2020," ungkap Eddy.

Dia menyebut, kondisi di Kuartal IV masih menantang. Meski harga batubara mulai membaik, namun perusahaan tidak bisa begitu saja menaikkan produksinya. Apalagi, dengan curah hujan yang sudah tinggi. "Karena ada stok yang harus keluar dulu sebelum produksi bisa naik. Perlu perencanaan untuk kembali menaikkan produksi. Sehingga Kuartal IV kami tidak mengharapkan akan terjadi perubahan signifikan terhadap tren laba rugi," sambung Eddy.

Namun, pada Kuartal IV ini DOID sudah mulai melakukan reaktivitas alat-alat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan produksi klien mulai Kuartal I-2021 nanti. 

Untuk tahun depan, Eddy optimistis pasar batubara akan recovery sehingga produksi maupun stripping ratio bisa meningkat. Seiring dengan pulihnya industri batubara, Eddy pun yakin DOID bisa menggaet kontrak baru pada tahun depan.

Baca Juga: Erajaya Swasembada (ERAA) resmi buka penjualan iPhone 12 dan iPhone 12 Pro

Apalagi, saat ini pun DOID memiliki excess capacity sekitar 30%. "Kami yakin dengan kembalinya volume ke depan, dan adanya beberapa potensi tambahan kontrak baru, kelebihan kapasitas kami bisa segera kembali. Sehingga operasional perusahaan bisa kembali efisien. Dengan peningkatan harga batubara kami akan memiliki kontrak baru ke depannya," jelas Eddy.

Asal tahu saja, melalui entitas anak usahanya yakni BUMA, ada 11 perusahaan yang menjadi pelanggan DOID. Namun, pada September 2020, kontrak pertambangan PT Kideco Jaya Agung sudah selesai. Kideco sendiri berkontribusi sebesar 7,4% terhadap volume BUMA.

Porsi terbesar berasal Berau Coal dengan 56,9% disusul Adaro sebanyak 12,3%, Geo Energy 10,4%, Bayan 7,2% dan lainnya hingga 5,8%.

DOID pun baru saja mendapatkan kontrak perpanjangan dari Binungan yang merupakan bagian dari Berau Coal. Term sheet sudah ditandatangani untuk perpanjangan kontrak hingga 2025. "Kami baru saja umumkan perpanjangan kontrak dengan Binungan, bagian dari Berau Coal, kontrak diperpanjang sampai 2025," ungkap Eddy.

Setelah mendapatkan perpanjangan kontrak dari Berau Coal, Eddy optimistis DOID akan kembali menggenggam kontrak baru untuk tahun depan. Sayangnya, dia masih belum membeberkan perusahaan mana saja yang sedang dijajaki DOID. "Kami memang sedang menjajaki atau berdiskusi dengan beberapa prospek, dan kami yakin untuk 2021 nanti akan ada prospek baru. Nanti kami umumkan kalau sudah ada kontrak baru," sebutnya.

Baca Juga: Bersinergi dengan Garudafood, Mulia Boga (KEJU) yakin tumbuh positif di tahun depan

Guna mengantisipasi kenaikan produksi dan kontrak baru, DOID pun akan meningkatkan capex untuk tahun depan. Nilai capex yang dianggarkan DOID berkisar di angka US$ 100 juta. "Itu perkiraannya, meningkat dibandingkan 2020. Untuk keperluan peningkatan produksi setelah menggunakan eksisting pada kapasitas yang ada, kami akan melakukan pembelian alat-alat baru," terangnya.

Sebagai bagian dari strategi keuangan dan efisiensi biaya, serapan capex DOID pada tahun ini memang lebih mini. Hingga Kuartal III, capex yang digunakan DOID hanya sekitar US$ 18 juta atau menurun 69% dibandingkan capex DOID pada Kuartal III-2019.

Menurut Eddy, capex yang dikeluarkan akan bergantung pada kondisi harga dan tingkat produksi batubara. Adapun untuk proyeksi pendapatan tahun depan, DOID masih menunggu rencana kerja yang diajukan oleh klien. "Pendapatan tahun depan masih dalam proses perencanaan dengan customer dengan para pelanggan," pungkas Eddy.

Selanjutnya: Voksel Electric (VOKS) proyeksikan pendapatan di tahun 2021 tumbuh hingga 69%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×