Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kursi Menteri Perdagangan (Mendag) adalah kursi panas dalam dua tahun terakhir. Pasalnya, Presiden Joko Widodo sudah dua kali mencopot Mendag hanya dalam kurun waktu dua tahun. Pencopotan ini disinyalir karena Mendag dianggap tidak mampu mengendalikan lonjakan harga bahan pangan.
Lonjakan harga pangan memang isu sensitif bagi pemerintah. Kenaikan harga pangan seolah momok yang bisa merusak citra pemerintah karena hilangnya kepercayaan publik. Kini, tugas mengendalikan lonjakan harga pangan itu ada pundak Enggartiasto Lukita sebagai Mendag yang baru.
Harapan agar Enggartiasto mampu menurunkan harga pangan sangat besar. Ia harus mampu melakukan koordinasi dengan semua pihak agar bisa menurunkan harga pangan. Abdullah Mansuri, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengatakan, pemerintah selama ini tidak memiliki konsep pangan secara nasional.
"Selama pemerintah tak memiliki konsep pangan secara nasional, pemerintah tidak akan pernah mampu menurunkan harga pangan," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (28/7).
Abdullah menjelaskan, selama pemerintahan Jokowi-JK, harga pangan tak pernah turun. Dalam lima tahun terakhir, biasanya setelah lebaran, harga perlahan turun. Tapi tahun ini, harga beberapa komoditas justru naik. "Harga bawang, cabai, dan gula naik setelah lebaran," ujarnya.
Kenaikan harga pangan pasca lebaran ini, lanjut Abdullah, menjadi catatan penting bagi pemerintah. Menurutnya, selama ada ketidaksinkronan koordinasi di antara banyak pihak. Maka, Mendag baru harus mampu melakukan koordinasi dan komunikasi aktif di antara instansi pemerintah dan pendagang pasar.
Mencocokkan data
Kemdag dan Kementerian Pertanian (Kemtan) juga harus mensinkronkan data pangan yang dimiliki, sehingga mudah melakukan koordinasi yang baik. Kemudian pemerintah harus membentuk grand strategi pangan yang jelas dan terstruktur. "Agar program ini bisa berjalan lancar, maka Mendag juga harus sering turun ke pasar dan memahami persoalan serta dinamika di pasar," ujar Abdullah.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menambahkan, tugas berat Mendag sekarang adalah menurunkan harga daging sapi sesuai keinginan Presiden hingga di bawah Rp 80.000 per kilogram (kg). Untuk itu, ia menyarankan Mendag melakukan klasifikasi daging antara jeroan, secondary cut, dan prime cut. Di sini ada penjelasan harga untuk setiap jenis daging agar masyarakat paham dan mendapatkan edukasi.
"Jadi Mendag baru perlu menstandarkan harga daging yang pas sesuai jenis dan potongan daging yang lebih berkeadilan," terang Teguh.
Pemerintah, lanjut Teguh, harus memberikan edukasi kalau jeroan itu bukan daging sapi, dan mendidik konsumen apa saja dampak membeli jeroan impor bagi kesehatan. Sebab selama ini, daging yang digunakan untuk operasi pasar merupakan daging untuk industri yang kandungan lemaknya tinggi. Daging itu memang rata-rata harganya di bawah Rp 80.000 per kg.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, pengendalian harga pangan bukan hanya tugas Kemdag, tapi juga Kemtan dan Kementerian Perindustrian. "Kuncinya adalah demand dan supply. Kalau supply tak memadai maka harga bergejolak," ujarnya. Maka, Mendag harus berkoordinasi dengan Kemtan bagaimana produksi pangan harus ditingkatkan.
Nah, kewenangan Kemdag adalah menjamin kelancaran distribusi pangan. Distribusi pangan ini harus lancar. "Kalau distribusi pangan lancar, pasti harga pangan cenderung stabil," ujar Enny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News