Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Dalam tiga bulan terakhir para peternak ayam petelur (layer) mengeluhkan penurunan harga telur ayam yang drastis. Bila sebelumnya harga telur ayam mencapai Rp 18.000 - Rp 19.000 per kilogram (kg) di tingkat peternak, kini anjlok di kisaran Rp 13.500 per kg. Sementara, harga pakan ternak naik seiring dengan melonjaknya harga jagung.
Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan harga telur jatuh dan sulit bangkit kembali. Pertama adalah penurunan permintaan telur dari industri, baik itu industri makanan dan minuman maupun industri pembuat kue. Padahal industri ini menyerap sekitar 30% produksi telur nasional. Ditengarai permintaan telur dari sektor industri yang berkurang hingga 20% karena masuknya tepung telur.
Kedua, meningkatnya impor tepung telur ke Indonesia yang diimpor industri dari Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor telur Januari-November 2016 lalu saja mencapai US$ 13,97 juta. Nilai tersebut naik drastis dibandingkan nilai impor tepung telur pada tahun 2015 sebesar US$ 5,91 juta.
Ketiga, anjloknya harga ayam di pasar membuat permintaan bibit ayam atawa day old chick (DOC) berkurang. Ini membuat industri unggas melepas telur yang seharusnya menjadi DOC ke pasar telur konsumsi dengan harga lebih murah. "Mereka bisa menjualnya lebih murah sekitar Rp 3.000 - Rp 4.000 per kg daripada harga telur biasa," ujar Musbar kepada KONTAN, Rabu (8/3).
Menurut Musbar rata-rata produksi telur saat ini mencapai 7.200 ton per hari. Produksi telur tersebut lebih rendah dari pada kondisi normal yang mencapai 7.600 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News