Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hilirisasi produk timah di Indonesia dinilai masih sangat rendah. Dibandingkan dengan saudara mineralnya, nikel yang memiliki smelter hilirisasi menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) berjumlah 49 buah dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) 6 buah, di dalam negeri baru terdapat tiga smelter timah yang mampu menghasilkan produk hilirisasi.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Harwendro Adityo Dewanto mengatakan bahwa salah satu penyebab tidak berkembangnya produk hilirisasi timah di dalam negeri karena ekosistem industri hilir timah di dalam negeri belum terbentuk optimal.
"Sehingga aplikasi logam timah pada industri turunannya di dalam negeri masih kecil," ungkap Harwendro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, di Jakarta, Senin (19/05).
Baca Juga: Ingin Jadi Penjual Tunggal, Timah (TINS) Minta Dukungan dari DPR
Berdasarkan catatan AETI, berikut adalah beberapa smelter yang telah memiliki produk hilirisasi timah dalam bentuk tin solder dan timah industri:
1. Mitra Stania Prima (MSP) dengan Soldier Tin Andalan Indonesia (STAI) yang memproduksi Tin Solder 4.000 ton per tahun (tpy).
2. PT Timah Tbk dengan subsidari PT Timah Industri yang memproduksi Tin Solder 2.000 ton per tahun (tpy) dan Tin Powder 100 tpy.
3. PT Cipta Persada Mulia (CPM) dengan subsidari Charislink atau PT Tri Charislink Indonesia yang memproduksi Tin Solder 4.000 tpy.
Di tahun ini terdapat dua smelter milik perusahaan timah lain yang ditargetkan dapat memporduksi hilirisasi timah dalam bentuk Tin Chemical, dan Tin Solder.
Yaitu PT Batam Timah Sinergi (BTS) yang ditargetkan memproduksi tin Chemical 16.000 tpy, dan Solder Andalan Indonesia yang ditargetkan memproduksi Tin Solder 4.8000 tpy.
Adapun produk hilirisasi timah milik PT Pelat Timah Nusantara (Latinusa) Tbk (NIKL) masih dalam proses pembangunan dengan produk hilirisasi dalam bentuh Tin Plate dengan kapasitas 160.000 tpy.
"Insya allah tahun ini (produksi) Solder Andalan Indo (SAI) dan BTS untuk Tin Cemical dari CPM," tambahnya.
Alasan Tidak Berkembangnya Hilirisasi Timah di Dalam Negeri
Lebih lanjut, Harwendro mengatakan selain karena belum siapnya industri hilir dalam negeri untuk menyerap produk hilir timah.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap bahan baku logam timah yang digunakan untuk memproduksi salah satu produk hilirisasi yaitu timah solder menyebabkan solder lokal kalah bersaing.
"Impor solder bebas bea masuk 0% yang mengakibatkan produk solder dalam negeri tidak kompetitif," katanya.
Baca Juga: Izin Usaha Pertambangan (IUP) Timah (TINS) Tumpang Tindih, 31% Lahan Tak Bisa Digarap
Asal tahu saja, saat ini hilirisasi timah di dunia 51% terserap dalam bentuk Tin Solder. Pemintaan meningkat seiring dengan perkembangan industri elektronik, industri electric vehicle (EV), industri solar panel, teknologi 5G dan artificial intelligence (AI) yang semuanya membutuhkan Tin Solder.
Selain itu, menurut AETI tidak ada kelebihan atau keuntungan dari para penambang timah yang melakukan hilirisasi disektor ini dari pemerintah.
"Tidak ada keistimewaan kepada pelaku hilirisasi timah dalam hal kebijakan dan pemberian insentif fiscal, finansial, ataupun infrastruktur kawasan khusus," jelasnya.
Baca Juga: AETI Tolak Wacana PT Timah (TINS) Jadi Penjual Tunggal Timah Nasional
Selanjutnya: Dividen Golden Energy Rp 309, Kesempatan Beli Saham GEMS Paling Lambat 23 Mei 2025
Menarik Dibaca: Dividen Golden Energy Rp 309, Kesempatan Beli Saham GEMS Paling Lambat 23 Mei 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News