Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Rizki Caturini
Siapa yang tak kenal dengan Hutomo Mandala Putra, yang lebih akrab disapa Tommy Soeharto? Kiprah bisnis putra bungsu mantan presiden Soeharto ini sudah tak diragukan lagi. Tak kurang dari 20 perusahaan besar yang bergerak di berbagai sektor telah dikuasainya.
Salah satu perusahaan milik Tommy yang sukses bertahan dan melewati krisis ekonomi Indonesia hingga saat ini adalah Grup Humpuss. Sebagai holding company, saat ini Grup Humpuss membawahi lebih dari sembilan anak usaha.
Ada delapan sektor bisnis yang dijalankan. Di antaranya ada bisnis pelayaran, persewaan transportasi udara, pertambangan, serta penjualan dan distribusi minyak, Grup Humpuss juga menekuni sektor agrikultur, petrokimia, properti, dan aset sekaligus portofolio manajemen.
Tak seperti banyak perusahaan di Indonesia yang bisnisnya gonjang-ganjing gara-gara krisis ekonomi, Grup Humpuss justru nyaris tidak merasakan dampak krisis ini. “Justru di era 90-an ini grup usaha kami berkembang pesat dan tengah berada di masa kejayaan,” kata Theo Lekatompesy, Direktur Utama PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk, salah satu anak usaha Grup Humpuss, kepada KONTAN.
Di saat grup perusahaan lain menutup beberapa anak perusahaan demi efisiensi, Grup Humpuss malah menambah dua anak perusahaan di awal tahun 2000.Namun, tak selamanya dewi fortuna berpihak pada perusahaan milik Tommy Soeharto ini.
Nakhoda bisnis Grup Humpuss akhirnya ikut goyah gara-gara krisis finansial global di 2008. Faktor terlalu percaya diri dan kurang waspada akhirnya menjerumuskan Grup Humpuss ke dalam lilitan utang piutang.
Theo berkisah, masalah utama yang menimpa Humpuss bermula sekitar tahun 2006–2007 akibat keputusan manajemen yang keliru menyewa kapal. Saat itu, manajemen Humpuss Intermoda Transportasi memprediksi kebutuhan kapal pengangkutan besar akan meningkat.
Emiten berkode HITS ini pun menyewa banyak kapal ukuran besar. Melalui cucu usahanya, yakni Humpuss Sea Transport (HST) Panama, Humpuss menyewa kapal dari perusahaan Yunani, Empires, dan Pturbult dari Norwegia. Dalam transaksi ini, HITS bertindak sebagai perusahaan penjamin.
Nyatanya, gara-gara krisis finansial global, pasar pengangkutan melemah. Permintaan yang datang pun lebih banyak untuk kapal ukuran menengah.Alhasil, kapal yang jumlahnya berlebih sebagian dikembalikan ke pemilik.
Sejatinya, Humpuss sudah membayar harga sewa kapal. Tapi, perusahaan yang menyewakan kapal merasa dirugikan karena kapal dikembalikan sebelum kontrak berakhir. “Waktu kapal dikembalikan, si pemilik minta ganti rugi,” jelas Theo.
Lantaran HST Panama tak sanggup membayar, akhirnya kerugian tersebut ditagihkan ke Humpuss Intermoda sebagai induk perusahaan. Masalah pelanggaran kontrak ini menyeret Humpuss Intermoda ke ranah hukum. Kurang lebih selama enam tahun, Humpuss terlilit utang yang ditaksir mencapai Rp 12 triliun. Kasus ini juga membuat kinerja HITS berantakan.
Berkat usaha keras Theo dan rekan-rekannya, HITS akhirnya dapat mencapai titik impas secara cash setelah merugi selama hampir lima tahun, tepatnya pada 2012. Di 2013, HITS kembali mencetak untung dan di 2014 bisnis mulai pulih.
Karena itu, di 2015, HITS dengan pede berpartisipasi dalam proyek tol maritim dengan fokus pada pengerukan di sekitar pelabuhan. “Kenapa harus mencari kesempatan jauh-jauh. Pemerintah sedang garap tol maritim, tapi lahan pelabuhan sempit, sedangkan jumlah kapal bertambah. Kami berusaha memfasilitasi itu,” tegas Theo.
Strategi ekspansi
Setelah lama terjerat utang yang menggunung, Grup Humpuss kini mulai keluar dari lubang krisis. Berkat tangan dingin seorang Theo Lekatompesy yang ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Humpuss Intermoda Transportasi (HITS) sejak 2008, Humpuss mampu keluar dari belitan utang akibat krisis global di 2008.
Menjabat Presdir sejak 23 Februari 2012, Theo melakukan sejumlah langkah taktis untuk menyelesaikan kewajiban utang. Terdapat empat strategi utama yang dilakukannya. Pertama, menstabilkan cash flow perusahaan. “Arus kas itu ibarat darah bagi perusahaan. Kalau perusahaan rugi itu artinya sedang dalam keadaan kritis, darah mengucur terus. Biar tidak kolaps, hal pertama yang dilakukan ya menghentikan pendarahan,” terangnya.
Kedua, mengontrol laporan laba rugi perusahaan. Setelah arus kas sudah dapat dikontrol, laporan laba rugi juga perlu dipantau. Belanja perusahaan yang kurang penting bisa dipangkas sementara demi menghemat anggaran. “Ibarat orang sakit karena pendarahan tadi, perusahaan masuk tahap recovery,” jelas Theo.
Ketiga, menyeimbangkan neraca perusahaan. Setalah arus kas dan laporan laba rugi bisa dikontrol, neraca juga harus dipantau agar terus seimbang. Keempat, mengkapitalisasi pasar. “Setelah sembuh dari krisis, perusahaan perlu melihat kembali pasar yang bisa dijangkau. Yang masuk akal saja, disesuaikan dengan kondisi perusahaan,” ujar Theo.
Kini, Humpuss sudah masuk tahap stabilisasi. Ia berharap bisnis Humpuss bisa terus berkembang. Ia tak ingin mengulang kesalahan masa lalu yang terlampau ambisius menguasai banyak sektor bisnis. Menurutnya, Humpuss tetap akan fokus ke bisnis inti di sektor transportasi minyak dan gas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News