Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) menilai efisiensi korporasi tambang dan pengendalian produksi menjadi hal yang wajar dilakukan di tengah penurunan permintaan (demand) akibat tekanan pasar di masa pandemi covid-19.
Kendati begitu, langkah tersebut bukan tanpa konsekuensi. Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengungkapkan, tekanan di pasar batubara masih terjadi. Permintaan pasar ekspor utama Indonesia, yakni China dan India pun belum stabil.
Apalagi, kedua negara tersebut terus berupaya memperbesar produksi dan pemanfaatan batubara dari dalam negerinya. Di tengah kondisi pasar yang oversupply, kata Singgih, pengendalian produksi memang diperlukan.
Baca Juga: Duh, pengadaan batubara PLN 10 tahun terakhir diduga kemahalan Rp 100 triliun
Menurut Singgih, kontrol produksi akan datang dari perusahaan tambang batubara melalui efisiensi di tingkat korporasi. "Saat ini bisa jadi pengendalian produksi akan terjadi justru dari perusahaan sendiri. Namun, untuk mengontrol produksi dengan kondisi harga seperti saat ini perusahaan harus melakukan efisiensi," ungkap Singgih kepada Kontan.co.id, Rabu (1/7).
Singgih bilang, efisiensi bakal dilakukan di setiap elemen proses produksi. Khususnya di sisi overburden cost oleh kontraktor batubara, yang bakal mengurangi stripping ratio.
Saat terjadi efisiensi overburden cost dan berkurangnya stripping ratio, maka konservasi cadangan pada umur tambang pun bisa turun. Singgih menilai, hal ini mesti menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). "Masalah efisiensi korporasi tambang di tekanan pasar semestinya disikapi serius oleh KESDM dengan fungsi pembinaannya," sambung Singgih.
Baca Juga: Turun 10% per Mei 2020, Kementerian ESDM yakin produksi batubara capai 550 juta ton
Pemerintah, sambung Singgih, bisa memberikan stimulus baik dari sisi pajak maupun dalam proses produksi. "Ini untuk menjaga agar perusahaan dapat bertahan," sebutnya.
Kondisi saat ini mulai dari pasar dan harga komoditas hingga efisiensi korporasi memang menurunkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara (minerba). Pemerintah sendiri telah menurunkan target PNBP sekitar 20% dari rencana awal.
Sebelum ada Covid-19, target PNBP minerba dipatok sebesar Rp 44,34 triliun, lalu target diturunkan menjadi Rp 35,93 triliun.
Baca Juga: APBI minta pemerintah kendalikan produksi batubara nasional agar tidak oversupply
Pemangkasan target tersebut seiring dengan pelemahan harga komoditas, terutama batubara yang berkontribusi sekitar 80% terhadap PNBP minerba. Hingga Mei, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa realisasi PNBP mencapai Rp 14,55 triliun atau 40,50% dari target.
Saat ini, Kementerian ESDM masih mengejar target produksi batubara 550 juta ton hingga akhir tahun. Namun, Singgih mengatakan bahwa total produksi nasional kemungkinan bisa di bawah target tersebut.
Hanya saja, semua mesti dilihat dari perkembangan pasar setelah tengah tahun ini atau pada Kuartal III. "Kondisi produksi dapat kita evaluasi bagaimana kondisi Kuartal III. Perusahaan akan mengevaluasi setelah pertengahan tahun," pungkas Singgih.
Baca Juga: Gawat, produsen tambang batubara berencana memotong produksi hingga 20%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News