Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Industri baja nasional mencemaskan kenaikan impor baja ke Indonesia. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), sampai Mei 2017 saja nilai impor besi dan baja sudah mencapai US$ 3,08 miliar. Angka tersebut naik 31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 2,34 miliar.
“Impor baja yang meningkat tentu saja tidak hanya berdampak bagi KS (Krakatau Steel) tapi juga industri baja domestik lainnya,” ujar Lip Arief Budiman, Sekretaris Perusahaan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) kepada KONTAN, Kamis (13/7).
Ditengarai produk baja China mulai bertambah cukup signifikan di Indonesia. Kendati data BPS sampai Mei 2017 tidak menerangkan secara rinci dari mana asal impor baja tersebut. Namun sampai akhir tahun 2016, terlihat kenaikan impor baja dari negeri tirai bambu itu.
Sebenarnya, impor besi dan baja Indonesia mengalami penurunan di 2016. Tercatat di laporan BPS 2016, impor baja nasional nilainya turun tipis 2,1% dibandingkan tahun sebelumnya, dari US$ 6,316 miliar menjadi US$ 6,180 miliar. Meski secara keseluruhan turun, impor dari China justru meningkat 14% dari US$ 984,9 juta menjadi US$ 1,128 miliar.
Menanggapi hal ini, produsen baja seperti KRAS mengandalkan niat baik dari pemerintah.”Harapannya, pemerintah melakukan langkah-langkah penindakan misalnya terhadap impor-impor yang tidak sesuai ketentuan,” ucap Lip.
Direktur Pelaksana asosiasi IZASi (indonesia Zinc Allumunium Steel Industry), Rhea Sianipar mengatakan, sampai saat ini kebutuhan baja lapis nasional 60% telah disuplai oleh produsen dalam negeri. “Tapi pertumbuhannya jika dibandingkan pertumbuhan impor, kami masih pelan,” kata Rhea kepada KONTAN (13/7).
Rhea yang juga sebagai VP Corporate & External Affairs Bluescope, perusahaan baja lapis di Indonesia, bilang, salah satu ke khawatiran di industri adalah masuknya bahan baku untuk produk-produk impor yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News