Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Sementara itu, menurut pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, pemerintah perlu menyiapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang terkait dengan penggunaan LPG bersubdi ini. Dalam jangka pendek, kata Fahmy, pemerintah perlu segera mengubah skema distribusi dari terbuka menjadi tertutup.
"Kalau terbuka, siapa pun bisa beli, harga juga sulit diatur, seperti (mekanisme) pasar. Tapi jangan hanya wacana, harus ada roadmap yang jelas dan dijalankan," katanya.
Sementara untuk mengurangi impor LPG, dalam jangka panjang, Gahmy mengatakan bahwa pemerintah perlu menyiapkan diversifikasi energi untuk substitusi penggunaan LPG. Antara lain melalui jaringan gas kota (jargas) dan juga kompor listrik induksi.
Baca Juga: Pemerintah Rencanakan Pembatasan Penjualan Elpiji Berlaku Mulai Semester Kedua
Hal senada juag disampaikan oleh Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Sebagaimana di negara-negara maju, ungkap Komaidi, penyaluran subsidi yang paling tepat ialah ke sasaran atau langsung ke orang, bukan ke barang.
Namun, agar tepat sasaran, Komaidi menekankan pemerintah harus terlebih dulu mempunyai data penerima secara tepat. "Subsidi tertutup bagus, tapi data-nya bagaimana? Kalau (subsidi) ke barang dan nanti ada dua harga, pasti seperti hukum air, konsumen akan mencari (harga) yang paling rendah," katanya.
Terkait substitusi LPG, Komaidi menyebut selain jargas dan juga kompor induksi, gasifikasi batubara menjadi dimethylether (DME) juga bisa menjadi opsi. Namun, Komaidi mengatakan bahwa pemerintah juga perlu menghitung aspek fiskal dan moneter dari sejumlah opsi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News