Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan, permintaan minyak kelapa sawit ke China akan melambat disebabkan virus corona yang tengah merebak.
Meski begitu, Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, permintaan yang melambat ini tidak hanya terjadi pada komoditas sawit, tetapi pada komoditas lainnya.
Baca Juga: Realisasi serapan biodiesel domestik tahun 2019 lampaui target
"Kalau demand-nya melambat, berarti ekspornya melambat juga. Saya yakin bukan hanya sawit, tetapi di sektor di lainnya juga. Apalagi exposure di komoditas lain juga besar, baja juga besar. Jadi pasti ada efek perlambatan di China," kata Joko, Senin (3/2).
Meski terjadi perlambatan, tetapi Joko optimistis permintaan minyak sawit oleh China akan segera pulih. Dia juga memprediksi kondisi ini hanya bersifat sementara dan kondisinya akan segera membaik. "Biasanya China sangat serius terhadap masalah seperti ini," tambah Joko.
Baca Juga: Aprobi perkirakan ekspor biodiesel sulit dilakukan pada awal 2020
Ekspor minyak sawit Indonesia ke China meningkat menjadi 7 juta ton di 2019. Meski begitu, Joko belum bisa memproyeksi berapa besar ekspor minyak sawit ke China di tahun ini.
Menurut dia, peningkatan ekspor minyak sawit ke China di 2019 disebabkan harga biodiesel yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Karena itu, dia berpendapat keputusan impor China bisa dipengaruhi beberapa faktor.
Baca Juga: Gapki catat konsumsi minyak sawit dalam negeri tumbuh 23,57% selama 2019
"Nanti kita lihat. Kalau harga sawit mahal, harga biodiesel mahal belum tentu [ekspor meningkat]. Karena kan dia sangat sensitif soal harga. Kalau murah beli, kalau tidak, tunggu dulu. Jadi banyak faktor. Ada faktor corona, faktor harga bertahan tinggi mungkin jadi pertimbangan China. Pastinya, kita tidak tahu," kata Joko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News