kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor petrokimia masih belum terhindarkan


Selasa, 29 Mei 2018 / 14:55 WIB
Impor petrokimia masih belum terhindarkan
ILUSTRASI. Ujicoba Produksi Pabrik Petrokimia Butadiene Indonesia


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Impor produk petrokimia menjadi tak dapat dihindari lantaran belum banyaknya produksi dalam negeri. Seiring bertambahnya investasi petrokimia, diperkirakan, importasi dapat berkurang.

Namun untuk jangka pendek ini, suplai produksi petrokimia lokal masih belum bertambah banyak. "Jadi impor masih di atas 55% dari suplai lokal," ujar Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) kepada Kontan.co.id, Senin (28/5).

Apalagi kata Fajar, saat ini tambahan kapasitas industri petrokimia lebih banyak di sektor hilir ketimbang di hulu. Inaplas menghitung permintaan produk petrokimia hulu yang meliputi Polyethyelene (PE), Polyprophylene (PP), Polystyrene (PS) dan Polivinil Klorida (PVC) sepanjang tahun 2017 lalu sebanyak 5,83 juta ton.

Asal tahu saja, salah satu produk hilir dari industri petrokimia yang familiar ialah plastik, konsumsinya tercatat tiap tahun berkisar hingga 5 juta ton. Di mana di tahun 2018 ini, menurut Inaplas, permintaan akan bijih plastik dapat bertumbuh 5,5%.

Ditengah situasi kenaikan harga minyak dunia (crude oil), hal ini menjadi tantangan utama bagi bisnis petrokimia. "Kalau di 2017 kemarin, kisaran US$ 45 - US$ 50 per barel, tahun ini sudah US$ 70 per barel," tutur Fajar Budiono.

Sehingga bagi produsen plastik seperti, PT Inter Aneka Lestari Kimia (IALK) yang menyerap produk tersebut cukup berhati-hati menyikapi hal ini. "Kenaikan tidak merata, antara 5%–20% tergantung short atau over supply bahan tersebut," ujar Herman Moeliana, Presiden Direktur PT IALK.

Sementara itu produksi petrokimia di dalam negeri baru mampu meraup 2,5 juta ton setiap tahunnya, hal ini menyebabkan dorongan untuk menumbuhkan suplai dari lokal mencuat. Seperti salah satu pabrikan petrokimia yang bakal menambah kapasitas dalam waktu dekat ialah, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).

Saat ini, Chandra Asri tengah membangun fasilitas pabrik polyethylene (PE) berkapasitas 400 kilo ton per tahun. "(Fasilitas) itu nilai investasinya US$ 380 juta, dan diharapkan pembangunannya selesai pada akhir tahun 2019," ujar Suryandi, Corporate Secretary PT Chandra Asri.

Chandra Asri memprediksi permintaan pasar PE di Indonesia sekitar 1,4 juta ton per tahun. Angka ini akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan domestik bruto (PDB) negara. 

Sampai 2017 kemarin volume penjualan polyethylene (PE) perseroan naik 3,4% menjadi 327 kilo ton, dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 316 kilo ton. Sementara penjualan Ethylene masih mendominasi secara volume di 2017, yakni 450 kilo ton atau naik 18% dibandingkan tahun sebelumnya yang 381 kilo ton.

Kabar penambahan fasilitas produksi petrokimia dalam negeri datang pula dari perusahaan petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan yang akan melakukan peletakan batu pertama (ground breaking) pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir tahun 2018.

Dengan nilai investasi yang rencananya mencapai US$ 3,5 miliar, pabrik ini diharapkan dapat mendukung pengurangan impor produk petrokimia di masa mendatang. Setelah beroperasi pabrik ini bakal menghasilkan ethylene, propylene dan produk petrokimia turunan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×