kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Industri Hulu Tekstil Tertekan Impor, Penurunan Produksi dan Penundaan Investasi


Senin, 23 Juni 2025 / 01:19 WIB
Industri Hulu Tekstil Tertekan Impor, Penurunan Produksi dan Penundaan Investasi
ILUSTRASI. Pekerja mengerjakan proses tenun kain di pabrik PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) di Cimahi, Jawa Barat, Selasa (15/4/2025). Sepanjang tahun buku 2024, BELL membukukan kenaikan penjualan bersih 9% atau sebesar Rp 584,89 miliar dengan total laba bersih mencapai Rp 11,53 miliar Tahun 2025 menargetkan pertumbuhan kinerja 10%./pho KONTAN/Carollus Agus Waluyyo/15/04/2025.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih dibelit berbagai tantangan, khususnya di sektor hulu.

Tekanan datang dari penurunan produksi, lonjakan impor, hingga ketidakpastian investasi.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyampaikan bahwa utilisasi produksi industri hulu TPT terus menurun.

Baca Juga: Pengusaha Tekstil Berharap Terbitnya Regulasi yang Lindungi UMKM Pakaian Jadi

Saat ini, rata-rata utilisasi 23 perusahaan anggota APSyFI telah turun ke bawah 50%.

“Rata-rata utilisasi tinggal 45%, dari sebelumnya 55% tahun lalu. Ada yang berhenti produksi, ada yang berjalan 30%, dan ada yang masih 80%,” ujar Redma kepada Kontan.co.id, Minggu (22/6).

Investasi Terhambat, Utilisasi Merosot

Industri hulu TPT memiliki kapasitas produksi serat rayon sebesar 800.000 ton per tahun. Kapasitas untuk serat poliester dan benang filamen masing-masing sebesar 840.000 ton.

Menurut Redma, kapasitas ini secara teknis mampu mencukupi kebutuhan nasional, terutama jika rencana reaktivasi dan investasi terealisasi.

Baca Juga: Hipmi: Kebijakan BMAD Mendesak Demi Penyelamatan Ekosistem Industri Tekstil

Namun, sejumlah tantangan menahan langkah investasi.

Salah satunya adalah keputusan pemerintah yang tidak melanjutkan rekomendasi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk benang filamen sintetis tertentu dari Tiongkok, hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Alasan Pemerintah: Pasokan Domestik Terbatas

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan keputusan tersebut mempertimbangkan keterbatasan pasokan dalam negeri.

"Kapasitas produksi nasional belum mencukupi kebutuhan industri pengguna. Sebagian besar produsen juga memproduksi untuk keperluan sendiri," ujarnya, Kamis (19/6).

Baca Juga: Industri Tekstil Hadapi Impor Dumping, Pemerintah Diminta Terbitkan Aturan BMAD

Ia menambahkan, sektor hulu TPT saat ini telah dikenai sejumlah trade remedies, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) berdasarkan PMK No. 46/2023, serta BMAD atas polyester staple fiber dari India, Tiongkok, dan Taiwan melalui PMK No. 176/2022.

Menurut Budi, jika BMAD tetap diberlakukan pada benang filamen sintetis tertentu, justru akan menaikkan biaya produksi sektor hilir dan menurunkan daya saing industri secara keseluruhan.

Apalagi, industri TPT tengah menghadapi tekanan akibat dinamika geoekonomi, tarif resiprokal AS, dan tutupnya beberapa pabrik.

APSyFI Tantang Pemerintah Buka Data

Keputusan ini menuai protes dari APSyFI. Sekjen APSyFI Farhan Aqil Syauqi menantang pemerintah untuk membuka data produksi dan impor benang filamen.

Ia merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat lonjakan impor hingga 200% dalam enam tahun terakhir.

Farhan juga menyoroti hasil penyelidikan KADI yang menemukan praktik dumping oleh lebih dari 38 perusahaan Tiongkok, dengan marjin dumping antara 5%–42%.

Baca Juga: Dampak Penerapan Bea Masuk untuk Benang Terhadap Industri Tekstil

“Kondisi ini membuat sejumlah rencana investasi di sektor benang filamen polyester terancam batal,” ujarnya.

Ia menambahkan, sejak 2022 sudah ada dua produsen benang polyester yang tutup dan dua lainnya menghentikan sebagian produksinya karena tidak mampu bersaing dengan barang impor dari China.

Ancaman terhadap Investasi Petrokimia

Situasi ini juga berdampak pada investasi petrokimia, termasuk pembangunan kilang paraxylene dan asam tereftalat, bahan baku benang polyester.

Sebelumnya, APSyFI menyebutkan ada rencana investasi senilai US$ 250 juta untuk reaktivasi kapasitas dan pembangunan fasilitas baru.

Namun, Redma mengungkapkan rencana tersebut kini tertunda.

Baca Juga: Diterpa Tantangan, Trisula (TRIS) Andalkan Diversifikasi Ekspor dan Produk Kustom

"Kami menunggu kondisi pasar yang lebih kondusif. Jika pemerintah tak hadir menciptakan persaingan yang adil, kepercayaan investor akan hilang," tegasnya.

Ia juga mengkritik komitmen pemerintah dalam program substitusi impor.

“Kalau itu hanya jargon, maka industri akan terus turun. Jangan jadikan kondisi global sebagai kambing hitam, karena faktor utama justru ada di kebijakan nasional,” tambah Redma.

Impor Meningkat, Mafia Impor Disorot

Redma juga meminta pemerintah memperbaiki tata niaga impor dan memberantas dugaan mafia impor tekstil.

Menurutnya, perlu pengawasan ketat terhadap mekanisme Persetujuan Impor (PI) dan Pertimbangan Teknis (Pertek).

Baca Juga: PHK Masih Bayangi Industri Tekstil, Pemerintah Diminta Tak Hanya Kejar Tax Ratio

Data menunjukkan tren impor terus meningkat. Pada 2008, impor benang pintal dan filamen sebesar 130.000 ton, dan kain tenun, rajut, serta nirtenun sebanyak 294.000 ton.

Sementara pada 2023, impor benang melonjak ke 336.000 ton, dan naik lagi ke 467.000 ton di 2024. Impor kain juga naik dari 822.000 ton (2023) menjadi 873.000 ton (2024).

Harapan pada Bea Cukai Baru

Terakhir, Redma berharap penunjukan Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang berlatar militer dan intelijen bisa menjadi momentum pembenahan.

“Kami harap beliau bisa tegas memberantas impor ilegal yang merusak industri dalam negeri,” pungkasnya.

Selanjutnya: Pasar Saham Tertekan, Modal Asing Kabur Imbas Serangan AS ke Iran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×