Reporter: Emir Yanwardhana, Issa Almawadi | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Meski bea masuk baja lapis timah (tinplate) dan tin free steel untuk bahan baku industri termasuk untuk kemasan kaleng terbilang tinggi, namun sebagian pelaku industri tetap harus impor. Salah satu industri yang memilih impor adalah industri makanan dan minuman.
Sribugo Suratmo, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) bilang, industri makanan punya hitungan dalam membeli tinplate. "Kami tidak keberatan dengan impor," kata Sribugo kepada KONTAN, Rabu (9/3).
Bagi industri makanan dan minuman, tinplate banyak mereka gunakan untuk kemasan kaleng. Impor tinplate bahkan bisa naik menjelang Lebaran seperti saat ini. Celakanya, seiring kenaikan pesanan, beredar kabar harga tinplate juga akan naik.
Hanya Sribugo belum bisa memastikan besaran kenaikan harga tinplate. "Kalau kenaikan harga 2%-3% itu tidak memberatkan. Asal jangan melarang impor tinplate secara tiba-tiba," kata Sribugo.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor tin plate diatur dalam PMK No 10/2014 tercatat sebanyak 93.521 ton di tahun 2015 lalu. Volume impor tinplate tersebut turun 17,3% ketimbang realisasi impor tinplate tahun 2014 sebanyak 113.111 ton.
Merujuk angka kebutuhan tinplate tahun 2014 versi PT Pelat Timah Nusantara Tbk (Latinusa), kebutuhan tinplate mencapai 226.391 ton per tahun. Adapun, Latinusa sebagai produsen memasok 160.000 ton per tahun.
Tak hanya Sribugo, industri pengalengan ikan juga mengandalkan impor tinplate untuk produksi. Namun, Adi Surya, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) meminta, agar pemerintah menurunkan tarif bea masuk tinplate.
Adi bilang, jika harga kaleng mahal maka harga jual ikan kaleng juga ikut mahal. "Pemerintah seharusnya bisa hitung bea masuk yang sesuai dan tidak memberatkan industri," ujar Adi kepada KONTAN, Jumat (4/3).
Menurut Adi, jika tarif bea masuk tinplate tersebut turun, maka harga ikan kaleng dari Indonesia akan kompetitif di pasar global. Namun jika tidak, industri pengalengan ikan semakin berat menanggung beban.
Adi menyebutkan, saat ini sudah ada pemutusan hubungan kerja atau PHK di industri pengalengan ikan yakni di kawasan Bitung. Adapun jumlah yang kena PHK mencapai 5.000 orang. Selain karena bea masuk tinplate yang mahal, industri pengalengan ikan juga terkendala bahan baku ikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News