Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah derasnya arus produk elektronik impor, industri elektronik dalam negeri terpaksa merevisi target pertumbuhan hingga akhir 2024.
Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan industri mencapai 5%-10%, kini memprediksi stagnansi, terutama akibat persaingan ketat dengan produk impor.
Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, menyatakan bahwa industri elektronik tidak akan tumbuh pada tahun ini dibandingkan dengan kinerja tahun 2023.
"Sepertinya tahun ini industri tidak tumbuh dibandingkan tahun 2023," ungkap Daniel saat dihubungi oleh Kontan, Senin (01/10).
Baca Juga: Pasar Elektronik Nasional Terancam Produk Impor, Permendag 8/2024 Harus Direvisi
Penurunan Pasar Elektronik Kuartal III
Berdasarkan catatan Gabel, industri elektronik sempat menunjukkan pertumbuhan pada kuartal I-2024 dan kuartal II-2024.
Namun, pasar mengalami penurunan tajam sepanjang kuartal III-2024, dengan penurunan permintaan pasar elektronik sebesar 15% hingga 20%.
Salah satu faktor utama adalah meningkatnya volume produk impor yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja manufaktur dalam negeri.
Selain itu, Daniel menyebutkan bahwa tingkat utilitas pabrik elektronik dalam negeri saat ini berada pada angka 50%, sejalan dengan laporan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Ini karena persaingan harga dengan produk-produk impor, khususnya dari Tiongkok," jelasnya.
Baca Juga: Industri Barang Elektronik dalam Negeri Tergerus Impor dan Penurunan Pesanan
Dampak Serupa pada Produsen Elektronik Besar
Revisi target juga dilakukan oleh PT Sharp Electronics Indonesia (SEID). National Sales Senior General Manager, Andry Adi Utomo, menjelaskan bahwa perusahaan memperkirakan penurunan pertumbuhan hingga minus 7% pada tahun ini.
"Melihat permintaan pasar yang sedang lesu, kami melakukan koreksi penjualan terhadap produk-produk yang terdampak, dengan koreksi pertumbuhan minus 5% sampai 7%," ungkap Andry.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penurunan permintaan juga berdampak signifikan pada utilitas pabrik Sharp, terutama di segmen LED TV yang mengalami penurunan utilitas lebih dari 25%, sementara segmen mesin cuci turun sekitar 10%.
Baca Juga: Krisis Baja Tiongkok, Indonesia Bisa Jadi Target Buangan Baja Negeri Tirai Bambu
Pandangan dari Polytron dan Optimisme Kuartal Terakhir
Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), Tekno Wibowo, juga mengonfirmasi penurunan pasar yang mulai terjadi pada Agustus 2024.
Menurutnya, daya beli konsumen yang melemah dan maraknya produk impor dengan harga murah telah mengganggu permintaan pasar elektronik lokal.
"Di pasar banyak merek yang tidak jelas dan mendistorsi permintaan pasar dengan penawaran harga murah," ujarnya.
Meskipun pasar sedang lesu, kapasitas produksi pabrik Polytron masih beroperasi pada tingkat 70%.
Tekno menyebutkan bahwa mereka tidak dapat langsung memotong produksi, yang dapat menyebabkan peningkatan inventori jika pasar tetap melemah.
Baca Juga: Siap-siap, 8 Industri Ini Diprediksi Lenyap dalam Sepuluh Tahun
Namun, Tekno masih optimis bahwa pasar dapat membaik pada kuartal terakhir 2024.
"Kami masih cukup optimis quarter terakhir bisa membaik dan tumbuh single digit dibandingkan tahun lalu," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menertibkan importasi barang elektronik, terutama yang masuk secara ilegal dan tidak sesuai dengan ketentuan.
"Diperlukan upaya lebih dari pemerintah untuk membenahi dan menertibkan importasi barang jadi yang masuk dengan cara ilegal," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News