Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketergantungan tinggi terhadap impor komponen masih menjadi batu sandungan utama bagi pertumbuhan industri elektronik nasional. Pelaku usaha menilai tanpa reformasi kebijakan yang berpihak pada produsen lokal, Indonesia berisiko tetap menjadi pasar bagi produk asing alih-alih menjadi pusat produksi di kawasan.
Isu tersebut mengemuka dalam forum diskusi yang melibatkan asosiasi pelaku industri seperti PERPRINDO, APITU Indonesia, dan ASISI, bersama anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto. Para peserta sepakat perlunya langkah konkret untuk memperkuat struktur industri dari sisi bahan baku, riset, dan kompetensi tenaga kerja.
“Selama komponen utama masih diimpor dan produksi lokal tidak dilindungi, industri elektronik kita tidak akan berdaulat di rumah sendiri,” ujar Darmadi keterangan resminya, Minggu (9/10/2025).
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, lebih dari dua pertiga kebutuhan komponen elektronik domestik masih dipenuhi dari luar negeri. Kondisi ini membuat biaya produksi tinggi dan menekan margin keuntungan produsen lokal.
Baca Juga: Cakra Buana Resources (CBRE) Raih Kontrak Jumbo, Potensi Pendapatan Jangka Panjang
Ketua Umum PERPRINDO (Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia), Budi Mulia, menilai pemerintah perlu memberi insentif fiskal dan menurunkan bea masuk bahan baku yang dapat diproduksi di dalam negeri. “Kalau industri hulu dan bahan baku tidak tumbuh, kita hanya akan merakit produk asing di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, APITU Indonesia menekankan pentingnya sertifikasi dan standarisasi tenaga ahli pendingin serta tata udara, sedangkan ASISI menggarisbawahi lemahnya kesiapan sektor terhadap keamanan digital dan integrasi sistem—dua elemen penting untuk membangun industri elektronik yang modern dan efisien.
Darmadi menyebut bahwa penguatan industri elektronik nasional membutuhkan kombinasi antara kebijakan protektif dan dukungan inovasi.
“Kita butuh regulasi yang adaptif, bukan sekadar proteksi jangka pendek. Pemerintah harus menciptakan ekosistem yang mendorong inovasi dan riset teknologi elektronik,” katanya.
Hasil diskusi dengan asosiasi ini, lanjutnya, akan menjadi bahan bagi Komisi VI DPR RI dalam merumuskan kebijakan industri dan investasi yang lebih berpihak pada produsen dalam negeri, termasuk revisi aturan yang dinilai menghambat efisiensi rantai pasok.
Sebagai tindak lanjut, PERPRINDO membentuk Divisi Advokasi Pajak untuk memperkuat tata kelola perpajakan dan pelaporan keuangan anggotanya. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi serta efisiensi biaya di sektor manufaktur elektronik.
“Kalau industri ingin naik kelas, pembenahan manajemen dan kepatuhan fiskal jadi fondasi awal. Dengan begitu, pelaku usaha bisa fokus pada ekspansi dan inovasi produk,” kata Budi Mulia.
Baca Juga: Simak Strategi Sukses Fore Kopi (FORE): Ekspansi Organik dan Diversifikasi Produk
Sektor elektronik memegang peran strategis dalam rantai pasok industri alat rumah tangga, pendingin udara, hingga perangkat digital. Jika mampu memperkuat kapasitas produksinya, Indonesia berpeluang besar mengurangi defisit perdagangan sekaligus menjadi pemain utama di pasar Asia Tenggara.
“Kemandirian industri bukan slogan. Ini soal kemampuan bangsa menguasai rantai produksi dan teknologi sendiri,” tegas Darmadi.
Selanjutnya: China Tangguhkan Larangan Ekspor Galium, Germanium dan Antimon ke AS
Menarik Dibaca: Tanaman Herbal untuk Obat Sakit Perut, Redakan Nyeri dengan Pengobatan Rumahan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













