Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menguatnya kurs dollar Amerika Serikta (AS) terhadap rupiah menjadi satu kendala bagi industri farmasi. Sebab produsen obat-obatan tersebut mengandalkan hampir 90% kebutuhan belanja bahan bakunya dengan dolar alias impor.
Ketua Litbang GP Farmasi Indonesia, Vincent Harijanto tak menampik bahwa industri tengah menghadapi lonjakan harga bahan baku. Yang ternyata, kata Vincent, selain disebabkan fluktuasi kurs juga pengaruh industri secara global.
Ia menjelaskan, Industri manufaktur bahan baku di China berhadapan dengan regulasi lingkungan yang baru, sehingga harus memindahkan pabriknya. Hal tersebut jadi faktor harga turut naik karena cost pabrikan di negeri tirai bambu turut meningkat. Bagi industri farmasi tanah air, hal ini menjadi tantangan untuk tetap meraih untung. Menurut Vincent ada beberapa strategi yang bisa pabrikan terapkan.
"Selama masih bisa subsidi silang terhadap penggunaan bahan baku pada produk, tentu harga masih bisa tetap," ujar Vincent kepada Kontan.co.id, Minggu (7/9). Jenis obat yang beragam, mulai dari komposisi bahan bakunya dan jenisnya yang generik atau obat bebas (over the counter/OTC) membuat produsen harus pintar berinovasi.
Lalu, kalau harga produksi masih sulit ditekan tentunya kata Vincent opsi menaikkan harga produk dipandang perlu. Hanya saja, opsi ini tidak bisa langsung diterapkan ke semua jenis obat apalagi yang sudah menjadi program JKN.
"Obat (generik) yang handle sistem lelang LKPP, mereka tentu beli yang ditawarkan dengan harga paling murah," sebut Vincent. Adapun bagi GP Farmasi yang lebih penting selain harga ialah pembayaran tender obat tersebut.
"Ini bukan lagi soal membeli, tapi yang beli itu bayar tidak? Kalau belum tentu memberatkan industri," sebutnya. Sebelumnya GP Farmasi Indonesia sempat mengusulkan pada Rapat Koordinasi Pembahasan Usulan Kenaikan Harga Obat di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bulan lalu, agar harga obat bisa naik 5%-7%.
Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Sigit Prio Utomo menyampaikan bahwa mekanisme penentuan harga obat di e-katalog telah ditentukan dimana produsen menawarkan harga kepada LKPP. Dimana produsen yang menawarkan harga terendahlah yang menang.
Lebih lanjut ia mengatakan, sistem te sebut juga telah mempertimbangkan fluktuasi dolar. "Kalau semua produsen terdampak karena bahan baku import maka semua penawaran naik dan dengan sendirinya naik, sebab dalam sistem penawaran ada patokan dolar," urainya kepada Kontan.co.id, Minggu (7/9).
Produsen farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengaku ditengah mahalnya dolar harus pandai-pandai melakukan efisiensi di berbagai lini. "Secara internak kami lakukan efisiensi baik di produksi maupun distribusi," terang Vidjongtius, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk kepada Kontan.co.id, Minggu (7/9).
Selain itu produsen obat ini juga telah melakukan penaikan harga produk, namun menurut Vidjongtius idak semua jenis yang bisa ditingkatkan harganya. "Untuk obat bebas dan produk nutrisi kami telah naikkan harganya sejak kuartal tiga ini," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News