Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kabel semakin disokong oleh pemerintah dengan munculnya regulasi yang membatasi impor produk kelistrikan untuk proyek PLN. Artinya perusahaan listrik BUMN tersebut wajib membeli kabel pabrikan lokal.
Noval Jamalullail, Ketua Umum Asosiasi Pabrik kabel Listrik Indonesia (Apkabel) mengatakan bahwa sampai saat ini sudah cukup banyak regulasi yang mendukung penyerapan kabel lokal. Namun ia mengeluhkan, masih terdapatnya transaksi pembelian kabel impor.
Menurutnya, beberapa oknum di tubuh proyek secara diam-diam menyusupkan kabel impor. "Padahal pabrikan lokal sudah mampu membuat beragam jenis kabel, termasuk yang jenis tegangan tinggi dimana produksinya high tech," ungkap Noval kepada Kontan.co.id, Rabu (15/8).
Sementara itu, untuk Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) produk kabel listrik rata-rata sudah mencapai 60%. "Bahkan untuk tegangan rendah nilai TKDN nya sudah bisa mencapai 95%," sebut Noval.
Untuk Building Wire, Kabel Tegangan Rendah dan Tegangan Menengah juga sudah masuk dalam SNI Kabel Wajib. Menurut Noval, saat ini tinggal bagaimana aturan seperti Undang-Undang, Perpres dan Peraturan Menteri ditegaskan dan diawasi pemerintah soal Implementasi TKDN tersebut.
Soal ekspansi dan penambahan produksi, sebenarnya jauh-jauh hari para produsen sudah mulai menambah lini produksinya. "Sejak tahun 2015 lalu, para produsen sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi produksi dan kapasitas," kata Noval.
Menurut Apkabel, data terakhir untuk khusus Kabel Tegangan Tinggi (high voltage) UGC 150 KV saja, sudah ada 4 pabrikan yang telah berani Investasi baru beli mesin dan kelengkapannya sampai nilai kurang lebih Rp 873 miliar. Sayangnya Noval belum bisa membeberkan siapa saja yang berkontribusi dalam investasi tersebut.
Sementara itu PT Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk. diketahui tengah meningkatkan produktivitasnya lewat pembelanjaan mesin baru di tahun ini. Perseroan bakal menganggarkan Rp 40 miliar untuk mesin baru.
Selain itu, biaya maintenance juga sudah disiapkan sebesar Rp 60 miliar. “Jadi total Rp 100 miliar kurang lebih,” kata Direktur Supreme Cable Nicodemus M Trisnadi.
Adapun produsen kabel seperti PT KMi Wire and Cable Tbk (KBLI) tampaknya masih optimis dengan kapasitas produksi yang ada saat ini. Dengan kapasitas produksi kabel listrik tembaga 30.000 ton per tahun serta alumunium sekitar 45.000 ton per tahun, perusahaan mengaku belum akan menambah lini produksi yang baru.
KBLI pun menggelontorkan belanja modal (capex) tahun ini senilai Rp 133 miliar hanya dipergunakan untuk peremajaan mesin produksi saja. Perseroan tengah menyasar segmen kabel transmisi ACCC dan Saluran Kabel Tanah (SKT) High Voltage (HV) di tahun ini.
Dimana menurut Dede Suhendra, Di semester dua 2018 ini perseroan optimis dapat meraih lelang lagi untuk SKT HV senilai Rp 400 miliar-Rp 500 miliar. Adapun untuk proyek SKT HV, perseroan tengah menyelesaikan kontrak yang sudah diperoleh tahun sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News