Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) berharap pemerintah mempertimbangkan kembali waktu yang tepat untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Rencana kenaikan PPN seharusnya tidak dilakukan pada 2025 tatkala kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah.
Kenaikan harga barang akibat PPN 12% dan potensi inflasi akan semakin memberatkan beban yang ditanggung masyarakat Indonesia.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, industri keramik dengan sangat terpaksa harus menyesuaikan harga jual produk ketika pemberlakuan PPN 12% lantaran ada kenaikan harga bahan baku, sparepart, kemasan, dan lain-lain.
Di samping itu, pelaku usaha keramik juga dihadapkan pada rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada awal 2025 yang tentunya akan menambah beban pengeluaran produsen keramik pada tahun depan.
"Selain itu, industri keramik nasional juga dibebani dengan pelemahan rupiah di mana pembayaran pemakaian gas ke PT PGN menggunakan mata uang dolar AS, sehingga berdampak langsung terhadap peningkatan biaya energi gas yang berkontribusi 30% dari total biaya produksi keramik," ungkap dia dalam siaran pers yang diterima Kontan, Kamis (5/12).
Baca Juga: Pemerintah Bakal Kerek PPN Jadi 12%, Pengusaha Manufaktur & Ritel Minta Ditunda
Edy melanjutkan, Asaki mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) untuk segera memperpanjang Kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard keramik yang telah berakhir akhir November 2024.
Asaki sangat menyayangkan lamban dan kurangnya atensi dari Kemenkeu dalam perpanjangan BMTP keramik tersebut. Apalagi, kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap keramik impor China hanya berkisar 35%--50% atau jauh dari harapan dan perhitungan Asaki yang berkisar 70%-100%.
Asaki menilai, proses perpanjangan BMTP telah dimulai sejak 6 bulan yang lalu atau sebelum berakhirnya BMTP pada akhir November 2024, sehingga seharusnya tidak ada alasan BMTP terlambat diperpanjang.
"Kami memandang sangat perlu dan urgent kehadiran BMTP/safeguard keramik untuk melengkapi BMAD yang besarannya tidak memadai untuk mengerem masuknya produk impor keramik dari China yang mana saat ini negara tersebut sedang mengalami overcapacity dan oversupply," ungkap Edy.
Lebih jauh, Asaki sangat berharap dukungan dan kepastian serta kecepatan realisasi program pembangunan rumah sebanyak 3 juta unit per tahun. Proyek ini akan menciptakan permintaan atau kebutuhan keramik yang cukup besar sekitar 110 juta meter persegi keramik atau setara dengan 17% kapasitas produksi keramik nasional di tengah ketidakpastian perekonomian nasional dan dunia pada 2025
Untuk mempertahankan daya saing di tengah pembengkakan biaya produksi pada 2025, Asaki berharap adanya insentif dari pemerintah yakni perpanjangan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) US$ 6,5 per MMBTU untuk industri keramik.
Baca Juga: ASAKI Sambut Positif Bertambahnya Kementerian Prabowo-Gibran
Hanya saja, tahun ini industri keramik hanya memperoleh kepastian pasokan gas HGBT sekitar 65%--70% dari volume kontrak gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan alasan shortage gas dari hulu.
"Asaki meminta campur tangan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk menyelesaikan masalah gangguan pasokan gas yang telah berlarut-larut tanpa solusi," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News