Reporter: Herlina KD, Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Keputusan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) kembali menuai penolakan dari kalangan pelaku usaha. Kali ini, protes ini datang dari industri mebel dan kerajinan indonesia, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo).
Ketua Umum Asmindo Ambar Tjahjono mengatakan, penerapan koefisien saat beban puncak sangat memberatkan industri. "Kenaikan sebesar 7,5%-10% akan berdampak pada kenaikan rata-rata penggunaan listrik sebesar 30%," kata Ambar di Jakarta, Rabu (14/7).
"Ketika beban puncak tarifnya bisa naik 100%, padahal industri furniture sangat tergantung pada listrik," ujarnya Rabu (14/7). Ia mencontohkan, mesin pengering kayu untuk furniture harus beroperasi selama 24 jam tanpa henti.
Akibat dari kenaikan TDL ini, industri mebel Indonesia berpotensi untuk kehilangan daya saing dengan negara lain. Itu sebabnya, akan melayangkan surat kepada pemerintah melalui Kementerian Perindustrian untuk menolak kenaikan TDL ini. Selain itu, Asmindo juga akan melakukan pembicaraan dengan komisi VI DPR.
Ambar menilai, langkah pemerintah untuk menaikkan TDL saat ini tidaklah tepat. Disamping menjelang puasa dan lebaran, industri mebel saat ini tengah terpuruk. "Belum sembuh dampak ACFTA, datang krisis Eropa, ditambah lagi kenaikan TDL," jelas Ambar.
Ambar menyatakan, industri mebel sangat membutuhkan energi listrik untuk produksi mebel. Jika TDL tersebut tetap diberlakukan, maka Asmindo mengungkapkan tentang adanya resiko terhentinya operasional industri mebel.
Dua negara kompetitor tersebut tidak membedakan penggunaan listrik disaat waktu biasa dan disaat beban puncak. Bahkan di Vietnam industri mebel diberikan pembebasan pajak selama 4 tahun. "Jika tetap menaikan TDL maka jutaan pekerja di sektor mebel akan menganggur karena perusahaan tidak mampu berproduksi lagi, ini resikonya," terang Ambar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News